Sabtu, 11 Juni 2011

Piping, Valves dan fittings

Tujuan dari perancangan perpipaan secara umum bisa diklasifikasikan sebagai berikut:

  1. Material seperti apa yang sesuai dengan kondisi kerja (tekanan external/internal, suhu, korosi, dsb) yang diminta dari sistem perpipaan. Pemilihan material sangat krusial karena menentukan reliabilitas keseluruhan sistem, faktor biaya, safety, dan umur pakai.
  2. Standard Code mana yang sesuai untuk diaplikasikan pada sistem perpipaan yang akan dirancang. Pemilihan standard code yang benar akan menentukan arah perancangan secara keseluruhan, baik dari segi biaya, reliabilitas, safety design,  dan stress analisis.
  3. Perhitungan dan pemilihan ketebalan pipa tidak bisa dilakukan secara sembarangan, atau hanya berdasarkan intuisi. Pemilihan ketebalan pipa (schedule number) sebaiknya memenuhi kriteria cukup, aman, dan ketersediaan stok di pasaran. Pipa dengan schedule 10, 20, 30 mungkin akan dengan mudah didapatkan di pasar Eropa, tetapi belom tentu dapat dibeli dengan cepat dan dalam jumlah besar di pasaran Asia.
  4. Dengan cara bagaimana sistem perpipaan akan dikoneksikan satu sama lain, jenis sambungan, dan material sambungan seperti apa yang sesuai.
  5. Bagaimana planning dan routing dari sistem perpipaan akan dilakukan. General arrangement, dan routing sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan aspek inherent safety design, konsumsi pipa seminimum mungkin tanpa mengorbankan fleksibilitas serta aspek estetis, atau menganggu dan mengurangi kemampuan, fungsi dan operasional dari peralatan yang terkoneksi.
Tulisan berikut ini menjelaskan secara singkat aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam perancangan sistem perpipaan. Pemanfaatan penjelasan ini harus sejalan dengan kode dan standar yang berlaku.

1.    MATERIAL SELECTION

Di bawah ini diberikan Tabel.1 yang mengelompokkan berbagai jenis material dan penggunaannya berdasarkan suhu kerja. Selain berdasarkan suhu, pemilihan material juga didasarkan pada jenis fluida yang akan dialirkan, yaitu pada tingkat korosivitasnya. Pada material carbon steel based piping, ketahanan terhadap korosi biasanya dilakukan dengan menambah ketebalan pipa (corrosion allowance) dan menginjeksi corrosion inhibitor.

Berapa ketebalan pipa yang harus ditambahkan ditentukan oleh laju korosi yang diperkirakan. Perkiraan, perhitungan, dan permodelan laju korosi biasanya dilakukan oleh metallurgist atau dengan menggunakan software yang sudah umum dipakai seperti NORSOK. Pada pemakaian dengan kondisi korosi yang parah serta pemakaian corrosion inhibitor yang tidak memungkinkan, atau pada pemakaian yang membutuhkan tingkat hygienitas yang tinggi, dan tidak mengandung debris (fuel piping), biasanya austenitic stainless steel based material lebih sesuai, karena permukaan dalamnya bersih dan pada level pemakaian tertentu relatif tidak membutuhkan  chemical cleaning.

Namun austenitic stainless steel based material seperti  ASTM A312-316/316L memiliki kelemahan pada pemakaian tekanan tinggi karena Maximum Allowable Working Pressure(MAWP) yang relatif di bawah carbon steel dan lemah terhadap chloride stress corrosion cracking serta crevice dan pitting. Tipe 304/304L biasanya dipakai untuk baja tahan karat (CRA) keperluan umum. Penambahan 2-3% Molibdenum pada 316/316L menambah ketahanan terhadap pitting.

Sering menjadi pertanyaan apa sebenarnya perbedaan 304 dan 304L atau 316 dan 316L. Kandungan karbon pada 304 atau 316 biasanya berkisar 0.06-0.08% sementara pada 304L atau 316L maksimum dibatasi pada 0.025- 0.03%. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya presipitasi karbida pada suhu tinggi antara 8000F dan 16500F. Pada suhu tinggi (misal pada Heating Area Zone saat welding) krom bereaksi dengan karbon membentuk karbida di daerah batas butir sehingga mengurangi kemampuan krom untuk mencegah terjadinya korosi dan dapat mengarahkan pada terjadinya korosi intergranular. Oleh karena itu 316L itu digunakan jika dibutuhkan pengelasan.

Duplex Stainless Steel (keluarga A790) memenuhi kriteria pemakaian pada tekanan tinggi, high corrosion resistance, dan sifat-sifat metalurgisnya berada di antara ferritic dan austenitic steel, adanya kandungan chromium memberikan ketahan yang baik terhadap atmospheric corrosion dan oksidasi, molybdenum membuat lebih tahan terhadap chloride stress corrosion cracking serta nitrogen menambah ketahan terhadap crevice dan pitting. Nikel cenderung mendorong terbentuknya struktur Face-Centered Cubic yang meningkatkan keuletan (toughness), namun secara keseluruhan struktur duplex sebagian Body-centered Cubic(Ferritic) dan sebagian Face-centered Cubic (Austenitic). Chromium  dan Molybdenum mendorong terbentuknya ferit, sedangkan Nikel dan nitrogen mendorong terbentuknya austenit.   Yang harus diperhatikan pada pemakaian duplex adalah serangan sulphide stress corrosion cracking, dan hydrogen embrittlement (hydrogen cracking). Secara umum pengelasan pada material duplex menjadi relatif lebih sulit dan membutuhkan kehati-hatian yang lebih tinggi dari pada bahan lain. Table.2 merupakan tambahan pada Tabel.1.

Lebih lanjut, jika fluida yang dialirkan mengandung H2S (sour service), perpipaan yang digunakan harus sesuai dengan apa yang ditetapkan oleh NACE MR01-75, dimana tingkat kekerasan bahan tidak boleh melampaui Rockwell Hardness 22.
1
Table.1 Material Selection Table
Pipe Fittings Flange
A-790 UNS S31803 A-182 Gr. F51 or Seamless A-815 UNS S31803 A-182 Gr. F51
Table.2 Duplex SS

2.  WALL THICKNESS CALCULATION

Perhitungan ketebalan pipa bisa dilakukan dengan memakai rumus berikut:
2

Dimana:
tm   = minimum required wall thickness (inches).
P  =  internal design pressure (psig).
T  =  selected pipe wall thickness (pipe schedules)
D  =  outside diameter of pipe (inches).
S  =  allowable stresses for pipe material (psi), per tables in ASME B31.3 (Appendix A)
E  =  longitudinal weld joint factor, per tables in ASME B31.3 (Appendix A - normally 1.0 for seamless pipe).
Y  =  temperature factor, per Table 304.1.1 in ASME B31.3 (Normally 0.4).
C  =  the sum of mechanical allowances (groove depth and threading) plus allowances for corrosion and erosion (inches).
MT  =  factor to account for mill tolerance on pipe wall thickness. 0.875 for seamless A-106 Gr. B pipe and seamless API-5L Gr. B pipe. 0.90 for API-5L Gr. B welded 20 inch NPS and above.
Notes:
(1) Rumus ini dipakai jika t kurang dari D/6 dan P/SE kurang dari atau sama dengan 0.385. Rumus ini diambil dari ASME B31.3 (ASME B31.4 dan B31.8 memiliki rumus yang berbeda).
(3) Threading allowances adalah sebagai berikut (dari ASME B1.20.1, ASME B31.3, Sections 304.1.1 dan 314):
½" - ¾" NPS  0.0571" thread allowance  1" - 2" NPS  0.0696" thread allowance
PIPESCHEDULE
Tabel 3. Pipe Schedule

3. LINE NUMBERING

Setiap jalur perpipaan harus dinamai sesuai dengan identifikasi operasi, kelas, material dan kelengkapan lainnya yang melekat pada sebuah jalur perpipaan. Seluruh nomor/nama ini kemudian dikumpulkan dalam satu dokumen yang dinamai Line List. Contoh dari Line List dapat dilihat pada Lampiran 2. Penamaan sebuah jalur perpipaan dapat dilakukan dengan banyak cara, salah satunya seperti di bawah ini:
3


  1. Product service Code adalah dua karakter alfa-numerik yang menyatakan jenis fluida kerja. Misalnya PG menyatakan Process Hydrocarbon Gas Services, PF Process Hydrocarbon Fluid, dsb.
  2. Piping Class menunjukkan identifikasi kelas. Misalnya A1 mewakili pipa baja karbon dengan kelas ANSI 150#.
  3. System Number menunjukkan nomor sistem dari keseluruhan proses. Misalnya 20 mewakili proses Separation & Stabilitation.
  4. Sequence number terdiri dari 4 digit. Digit pertama bisa berupa bilangan unik yang menyatakan identifikasi suatu proses sehingga pengelompokan dan penomoran keseluruhan jalur perpipaan yang kompleks bisa lebih teratur dan sistematis. Sequence Number yang dimulai dengan bilangan unik 1 misalnya digunakan untuk Low Pressure Process ANSI 150 – 600, dsb. 3 digit sisanya merupakan nomor individual. Jadi meskipun 2 jalur memiliki 3 digit terakhir yang sama, secara keseluruhan sequence number-nya tidak mungkin sama karena adanya bilangan unik. Dalam penentuan sequence number seringkali terjadi kebingungan, kapan suatu sequence number berubah dan kapan tidak.
Sequence number berubah pada:
  • koneksi dengan peralatan
  • perubahan kelas tekanan
  • cabang dari header atau manifold
  • koneksi dengan nozzle
  • saat perubahan sistem
Sequence number tidak berubah pada:
  • koneksi dengan valves (bahkan bila terjadi perubahan ukuran diameter)
  • pada tee-untuk aliran utama
  • pada perubahan kelas insulasi
  • penetrasi lantai atau dinding.
  • Insulation Code menunjukkan jenis insulasi. PP misalnya untuk Personal Protection, FP untuk Fire Protection, HC untuk Heat Conservation, dsb. 2 digit pertama menunjukkan tebal insulasi.
4. FLANGE CONNECTIONS

Salah satu jenis sambungan pada sistem perpipaan (pipa dengan pipa/spooling, pipa dengan valves, pipa dengan equipment) adalah dengan menggunakan flange. Sambungan flange dibuat dengan cara menyatukan dua buah flange dengan menggunakan baut dan mur, serta menyisipkan gasket antara kedua flange.

Pemilihan material flange serta baut dan mur biasanya dilakukan dengan mengacu pada material pipanya seperti terlihat pada Tabel.1 dan 2. Hal lain yang tidak kalah penting adalah kekuatan dari flange yang akan digunakan. Ketahanan dari flange terhadap tekanan adalah berbanding terbalik dengan suhu (pressure-temperature rating). Makin tinggi suhu makin rendah kemampuan flange untuk menahan tekanan.

Standar ASME B16.5 menjelaskan secara rinci bagaimana hubungan tekanan dan suhu. Untuk setiap grup material yang berbeda-beda, dikelompokkan pressure dan temperature rating kedalam klasifikasi yang berbeda. Klasifikasi ini adalah 150#, 300#, 400#, 600#, 900#, 1500#, 2500#. Table 4. diberikan untuk mencontohkan hal ini. Klasifikasi ini dipakai untuk mempermudah pengelompokan flange, sehingga tidak perlu membuat berbagai macam ukuran flange untuk setiap pressure-temperature tertentu. Berapa pun tekanan dan suhu kerja dari sistem perpipaan, selama masih berada di dalam batas-batas kelas tertentu, maka hanya perlu memakai flange kelas tersebut. Makin tinggi kelas flange makin berat dan tebal juga ukuran flange.

Pada perancangan perpipaan terdapat istilah “Flange as weakest part philosophy”. Istilah ini atau istilah full rating dipakai bila nilai pressure-temperature tertentu pada ASME B16.5 diambil sebagai MAWP pada sistem perpipaan tersebut. Dalam hal ini nilai MAWP tersebut juga berarti input tekanan (P) pada perhitungan ketebalan pipa. Mengingat bahwa biasanya ketebalan pipa/schedule (T) memiliki range kontingensi di atas nilai ketebalan pipa hasil perhitungan rumus (1), maka bila pada tekanan tiba-tiba naik di atas MAWP maka kebocoran akan terjadi pada flange terlebih dahulu, bukan pada pipa.

Di pasaran terdapat bermacam-macam jenis flange:
a. Slip-On Type Flange (SO).
Flange jenis ini memiliki ketahanan yang rendah terhadap getaran dan kejutan, serta konfigurasinya menimbulkan gangguan aliran di dalam pipa. Las-lasan bagian dalam cenderung lebih mudah terkorosi dibandingkan weld neck type flange.
b. Weld-Neck Type Flange (WN)
Tipe flange ini dipakai secara luas untuk berbagai aplikasi dan rating. Dibandingkan dengan SO flange, WN flange lebih tahan terhadap getaran, kejutan, geseran, impak, dan suhu tinggi. Lebih lanjut, konfigurasinya tidak menimbulkan gangguan pada aliran.
c. Lap-Joint Type Flange (LJ)
Flange jenis ini digunakan jika dengan pertimbangan ekonomis, material stub-end dan flange secara individual dibedakan. Jika saat installasi perpipaan pemasangan baut dan mur sulit karena keterbatasan ruang, LJ flange dapat dipakai.
d. Socket-Welding Type Flange (SW)
Biasanya flange jenis ini dipakai untuk perpipaan berdiameter di bawah 2”. Untuk lebih rinci bisa mengacu pada bagian socket-welding fittings.
Selain itu ada beberapa istilah lain yang sering dipakai terkait dengan jenis muka flange:
a.  Flat Face Flange (FF)
b.  Raised Face Flange (RF)
c.  Ring Type Joint Flange (RTJ)

FF dan RF umumnya dipakai untuk rating rendah di bawah 600#. Sedangkan RTJ umumnya dipakai pada kelas di atas 900#.

Gasket yang umum dipakai adalah jenis spiral wounded gasket. Jenis ini menawarkan reliabilitas yang tinggi baik pada pemakaian umum maupun spesifik. Biasanya memiliki ketebalan yang berbeda tergantung pada tekanan kerja. Seiring dengan mulai dibatasinya pemakaian asbestos, PTFE (teflon) lebih banyak disukai sebagai pengisi pada spiral wound gasket. Pada industri kimia dan pemakaian umum gasket jenis asbestos, PTFE, dan NBR (nitril-buthyl rubber) masih banyak digunakan terutama untuk sistem perpipaan bertekanan rendah karena harga yang relatif lebih murah dari pada jenis spiral wound. Namun evaluasi terhadap ketahanan gasket tersebut terhadap suhu dan jenis fluida juga perlu diperhatikan.

Pada masa kini, hub-end clamp connector semakin banyak digunakan, meskipun teknologinya sudah ditemukan hampir 30 tahun yang lalu. Pemakaiannya masih terbatas pada subsea-pipeline. Hub-end clamp connector menawarkan banyak kelebihan dari segi penghematan tempat, berat (relatif kecil, kompak, dan hanya menggunakan 4 buah baut dan mur), waktu, dan potensi kebocoran, yang pada akhirnya akan menghemat biaya secara keseluruhan dibandingkan flange, terutama untuk flange pada perpipaan berdiameter besar dan bertekanan tinggi. Konfigurasi clamp connector dan seal ring memungkinkan sistem hub-end clamp connector menerima bending, torsion, tension dan compression yang lebih besar dari pada ANSI flange.

5. SEKELUMIT TENTANG STRESS ANALYSIS

Pada prinsipnya pekerjaan analisis tegangan dan fleksibilitas adalah bagian tersendiri yang spesifik dan unik dari perancangan perpipaan. Pekerjaan analisis tegangan pada perpipaan umumnya memakan waktu lama dan membutuhkan keuletan yang tinggi. Di bawah ini akan diuraikan secara singkat filososfi umum dari analisis tegangan.

Fleksibilitas sistim perpipaan harus cukup sedemikian rupa sehingna ekspansi atau kontraksi termal atau pergerakan penyokong (support) tidak menyebabkan konsekwensi berikut ini:
  1. Kegagalan sistim perpipaan atau penyokong akibat kelebihan beban (overstress) dan kelelahan (fatigue).
  2. Kebocoran pada sambungan
  3. Timbulnya tegangan yang mengganggu atau penyimpangan (distortion) pada perpipaan atau peralatan yang tersambung (pompa, vesel, atau valve misalnya) sebagai akibat dari gaya-gaya atau momen yang berlebihan pada perpipaan.
Tujuan dari analisis tegangan dan fleksibilitas pada perpipaan adalah untuk menghasilkan rancangan (layout) sistem perpipaan yang tidak menghasilkan tegangan berlebihan. Untuk mencapai hal ini, layout tidak boleh kaku. Walaupun begitu, layout yang terlalu fleksibel juga tidak diinginkan karena membutuhkan material yang berlebihan, dan meningkatkan biaya awal. Sebagai contoh jumlah elbow dan belokan yang banyak mengindikasikan level fleksibilitas yang tinggi, tetapi hal ini dapat meningkatkan hilang tekan yang besar dan menimbulkan kenaikan biaya yang signifikan.

Lebih jauh lagi, dalam memulai analisis tegangan, ada beberapa aspek penting yang harus diperhatikan:
  1. Kode yang sesuai yang harus diterapkan ke sistem perpipaan. Kode yang berbeda akan memberikan nilai allowable stress yang berbeda.
  2. Suhu dan tekanan (operasi dan desain). Biasanya suhu dan tekanan operasi diambil sebagai masukan untuk perhitungan analisis tegangan. Suhu yang mendekati ambien relatif menghasilkan tegangan termal yang rendah.
  3. Jenis material. Masing-masing material memiliki koefisien ekspansi dan modulus elastisitas yang berbeda-beda, makin kecil koefisien dan modulus elastisitasnya makin rendah tegangan termalnya.
  4. Ukuran pipa dan ketebalan (schedule). Makin kecil diameter pipa makin rendah tegangannya baik oleh berat maupun termal. Ketebalan pipa tidak memiliki efek secara langsung yang signifikan pada bending stress, tetapi memiliki efek yang langsung pada gaya dan momen dengan perbandingan lurus.
  5. Geometri perpipaan termasuk pergerakan anchor dan restrain . Pergerakan anchor dan restrain misalnya disebabkan oleh seismic, ekspansi/kontraksi termal pada wellhead, kompresor, vessel, etc.
  6. Pembatasan gaya dan momen pada nozzle yang ditetapkan oleh beberapa standard tertentu seperti NEMA 23, API 617, API 610, WRC 107, WRC 297, atau ketentuan dari manufacturer.
  7. Beban yang mempengaruhi sistim perpipaan harus ditentukan terlebih dahulu sebagai load case, yaitu beban statik (efek berat, kontraksi dan ekspansi termal, efek penyokong, pergerakan anchor, beban tekanan dari luar maupun dari dalam) dan beban dinamik (gaya impak, angin, seismik, getaran dan beban discharge seperti pada PSV)
  8. Stress Intensification Factor (SIF) inplane dan outplane. SIF mempengaruhi perhitungan tegangan pada perpipaan terutama gaya dan momen bending. SIF semata-mata berlaku akibat bentuk geometri (elbow, tee, mitter, butt-weld), dimana garis-garis distribusi gaya mengalami penyempitan di satu titik sehingga terdapat konsentrasi tegangan di titik itu. ASME B31.3 Appendix D mengetengahkan berbagai formula untuk perhitungan SIF. B31.3 juga menetapkan bahwa nilai SIF tidak boleh lebih kecil dari 1.
  9. Peletakan dan penentuan jenis restrain adalah krusial dan penting. Ada beberapa ketentuan yang terlalu detail untuk dijelaskan disini. Lihat referensi (e) untuk lebih jelasnya.
Untuk sistim perpipaan seperti apa pun, kriteria di atas berlaku dan harus dipertimbangkan sebagai prasyarat minimum.

Sebelum memulai pekerjaan stress analisis, seorang stress analisis engineer biasanya terlebih dahulu mengidentifikasi awal P&ID's dan Line List yang merupakan kumpulan data tentang masing-masing jalur, bagaimana level kritis masing-masing jalur terhadap kebutuhan stress analisis. Hasil penentuan ini kemudian dikumpulkan di dalam satu dokumen yang dinamai Critical Line List. Dokumen ini sangat membantu untuk menentukan skala prioritas terhadap bagian mana yang perlu dilakukan analisis menggunakan komputer dan mana yang tidak, mengingat keterbatasan waktu jika harus melakukan keseluruhan analisis pada sistim yang kompleks. Penyelidikan awal ini biasanya menggunakan paramater ASME B31.3 General Flexibility Formula:
4
dimana :
D = diameter luar pipa, in
y = resultan regangan total yang harus diserap oleh sistim perpipaan, in
L = panjang pipa total, ft
U = jarak terdekat antara kedua anchor, ft
C = 0.03, US units

Jika ruas sebelah kiri lebih besar dari C maka stress analisis yang komprehensif menggunakan komputer diperlukan.
Beberapa perusahaan menggunakan grafik di bawah ini untuk melakukan penyelidikan awal:

5

Dimana:
Level 1: Inspeksi visual saja
Level 2: Analisis pendekatan menggunakan grafik, tabel, dsb untuk penempatan penyokong.
Level 3: Analisis komprehensif menggunakan komputer.

Perlu diingat bahwa cara-cara praktis di atas bukanlah sebuah ketetapan yang baku. Prinsip kehati-hatian harus diterapkan pada keseluruhan sistem perpipaan.


6. PEMILIHAN VALVE


Berbagai valve yang sering dgunakan adalah:
a. Ball Valve
Secara umum ball valve dipakai untuk keperluan on/off. Ball valve tidak boleh digunakan untuk keperluan regulasi/throttling. Ball valve yang mengalirkan fluida/hidrokarbon yang mudah terbakar harus berupa “Fire Safe Design” sesuai dengan API 6FA (trunion) atau API 607 (floating).
b. Butterfly Valve
Butterfly valve tidak boleh digunakan pada produk hidrokarbon dan hanya digunakan untuk kelas di bawah ANSI 150, kecuali kondisi penutupan yang sempurna tidak diperlukan.
c. Check Valve
Check valve tidak boleh dipasang pada aliran turun vertikal. Pada aliran yang pulsatif , check valve jenis piston sebaiknya digunakan. Pada masa sekarang, check valve jenis wafer semakin banyak digunakan mengingat dimensinya yang kecil, dan ringan dibandingkan jenis swing.
d. Gate Valve
Gate Valve umumnya dipakai untuk aplikasi on/off atau untuk keperluan isolasi, small drain, dan venting. Gate valve tidak direkomendasikan untuk digunakan pada aplikasi regulasi/throttling.
e. Globe Valve
Globe Valve umumnya digunakan untuk aplikasi throttling/ regulasi, by-pass control valve, drain line, atau sample connections. Globe valve dengan ukuran lebih besar dari 6” sebaiknya tidak dipakai, kecuali untuk kondisi tertentu yang spesial.

f. FITTINGS

Fittings diperlukan untuk mengubah arah baik 450 maupun 900, dan melakukan percabangan, maupun merubah diameter aliran. Ada beberapa cara penyambungan fittings, yaitu:
a. Butt-weld (BW)
Digunakan pada secara luas untuk proses, keperluan umum, dsb. Cocok untuk pipa dan fitting berukuran besar (2” dan lebih besar), dengan reliabilitas yang tinggi (leak-proof). Prosedur fabrikasinya adalah dengan menyatukan masing-masing ujung sambungan (bevel), diluruskan (align), tack-weld, lalu las kontinu. Beberapa contoh fitting yang menggunakan BW antara lain:
  • BW Tee, dipakai untuk membuat percabangan 900 dari pipa utama. Cabang dapat berukuran lebih kecil (reduced tee) atau sama dengan pipa utama (equal tee)
  • Stub-in digunakan untuk membuat cabang langsung ke pipa utama. Cabang berukuran lebih kecil.
  • Weldolet digunakan untuk membuat percabangan 900 pada pipa utama.
  • Elbolet digunakan untuk membuat percabangan tangensial pada suatu elbow.
  • Sweepolet digunakan untuk membuat percabangan 900. Umumnya dipakai pada pipa transmisi dan distribusi (pipe line system)
6

b. Socket-weld (SW)
SW digunakan untuk ukuran kecil (dibawah 2”). Ujung pipa dibuat rata, lalu didorong masuk ke dalam fitting, valve atau flange. Dibandingkan dengan BW, SW memiliki kelebihan dalam hal penyambungan dan pelurusan yang lebih mudah, terutama untuk ukuran kecil. Tetapi, adanya sisa jarak 1/16 in antara pertemuan ujung pipa dan fittings, valve, atau flange dapat menyebabkan kantung cairan. Penggunaan SW juga dilarang per ASME B31.1.0-1967 jika terdapat erosi atau korosi cresive.

Beberapa contoh SW fittings:
-  Ful-coupling untuk menyambung pipa ke pipa
-  Swage Nipples (Plain Both Ends/PBE) digunakan untuk menyambung SW item ke BW pipa atau fitting berukuran lebih besar
-  SW Elbow digunakan untuk menghasilkan perubahan arah 900 atau 450.
-  Nipolet digunakan untuk sambungan ke valve berukuran kecil.
-  SW Tee dipakai untuk membuat percabangan 900 dari pipa utama. Cabang dapat berukuran lebih kecil (reduced tee) atau sama dengan pipa utama (equal tee)
-  Sockolet digunakan untuk membuat percabangan 900 pada pipa utama.
-  SW elbowlet digunakan untuk membuat percabangan tangensial pada suatu elbow

7

c. Screwed
Seperti SW, screwed piping digunakan untuk pipa berukuran kecil. Umumnya tidak dipakai untuk proses, meskipun mungkin pressure-temperature ratingnya memenuhi. SW dan screwed fitting umumnya berkelas 2000, 3000, dan 6000 PSI.
d. Quick Connector and Couplings
Digunakan baik untuk koneksi permanen atau sementara, tergantung pada kondisi servis, dan jenis sambungan. Biasanya cocok dipakai pada saat perbaikan jalur, dan modifikasi proses.

g. CONTOH SPESIFIKASI PERPIPAAN

Diberikan contoh kondisi seperti berikut:


Fluida : Hidrokarbon (gas atau cair)
Corrosion Allowance : 1.5 mm
Tekanan (Ope/Des) : 50/150 psig
Suhu (Ope) : -500F (Des): -50/2000F

Buatlah suatu spesifikasi perpipaan yang memenuhi pemakaian dengan kondisi di atas.

a. Piping Material
Berdasarkan Tabel.1 kondisi suhu seperti di atas, dimana sistem perpipaan didisain untuk mampu menahan suhu terendah –500F, maka pipa LTCS A-333 Gr.6 dipilih karena paling memenuhi kondisi tersebut. Mengikuti jenis material tersebut, dipilih A420 WP L-6 fitting material, A-350 LF2 Flange, A320-L7 Bolts, dan A-194-4 Nuts.

b. Pressure Temperature Rating
Dari ASME B16.5 Tabel 1, material A350 LF-2 masuk kategori Group 1.1, seperti ditunjukkan pada Tabel.3 didapatkan nilai berikut:

Pressure (psig) 285 285 260 245
Temperature (0F) -50 +100 +200 +250

Dari nilai di atas, jelas bahwa tekanan operasi dan disain masih di dalam batas MAWP yaitu 285 psig pada –500F. Nilai ini akan kita ambil sebagai input tekanan pada perhitungan ketebalan pipa. Dalam hal ini kita menganut prinsip full rating.
c.  Perhitungan ketebalan pipa
Tabel dibawah ini mengetengahkan proses perhitungan ketebalan pipa. Patut dicatat bahwa untuk aplikasi hidrokarbon, screwed pipe fittings tidak dipakai. Lebih jauh lagi, pemilihan Sch.20 untuk NPS 8 – 24 inch mungkin dapat digantikan dengan Sch.40 atau STD yang lebih mudah ditemukan di pasaran.

hasil

Spesifikasi perpipaan yang diminta secara lengkap ditunjukkan pada lampiran 1.

h.
REFERENSI

a.  ASME B16.5a-1998 Pipe Flange and Flanged Fittings
b.  ASME B31.3-2002 Process Piping
c.  ASME B36.10 Welded and Seamless Wrought Steel Pipe
d.  Escoe, Keith A., 1986, Mechanical Design of Process System, Gulf Publishing Company, Houston
e.  Kannappan, Sam., 1985, Introduction to Pipe Stress Analysis, John Wiley & Sons, Toronto.
f.  Kentish, D.N.W., 1982, Industrial Pipework, McGraw Hill, London
g.  Sherwood, David R., Whistance, Dennis J., 1976, The Piping Guide, Syentek Book Company Inc, San Fransisco
h.  Berbagai sumber.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Bang kalo punya referensi tentang sambungan T buat pemipaan mengenai head loss dan rumus heat loss buat pipa yang memiliki isolator lebih dari satu tolong di share ya bang.

by. ardi TPHP 2

Mampir juga bang
Ardiansyah-nomore.blogspot.com :)

jade mengatakan...

Butterfly Valves, Combination Air & Vacuum Valves, SS304 Stainless Steel Fittings

Posting Komentar

Jangan lupa komentarnya.....