Rabu, 18 Mei 2011

Kinematika

Kinematika

Kerja, Energi dan Daya

1 Definisi Kerja

Dalam berbagai hal kerja didefinisikan sebagai produk skalar antara vektor gaya dan perpindahan. Oleh karena itu kerja merupakan besaran skalar. Kerja adalah salah satu bentuk energi, yakni yang berpindah dari suatu sistem ke sistem lainnya melalui gaya yang mengakibatkan pergeseran posisi benda. Perpindahan energi semacam ini dikenal sebagai kerja mekanik atau disebut kerja saja. Sedangkan perpindahan energi karena adanya perbedaan temperatur disebut kalor. Satuan dari kerja dalam sistem internasional (SI) adalah Joule (Newton meter) dalam sistem satuan lain satuan kerja adalah dyne cm dan dalam sistem statika fps (Inggris) satuan kerja dinyatakan dalam foot-pound (ft-lb). Hubungan antara satuan kerja tersebut diatas adalah 1 Joule = 107 erg = 7376 ft-lb.
Apabila sebuah gaya bekerja pada suatu benda yang menyebabkan benda tersebut berpindah sejauh x, maka kerja yang dilakukan dituliskan sebagai berikut:
Gambar 4.1 Gaya yang menyebabkan perpindahan benda sejauh x
(4.1) dengan W adalah Kerja (Joule), F = gaya (Newton), x = perpindahan (meter), dan = sudut arah gaya F
Contoh 1. Sebuah balok bermassa 10 kg dinaikkan dengan kecepatan konstan ke puncak suatu bidang miring sejauh 5 m dengan ketinggian 3 m di atas permukaan tanah (Lihat Gambar). Berapa besar kerja yang harus dilakukan bila;
  1. Gaya bekerja sejajar bidang miring
  2. Gaya membentuk sudut 37o dengan bidang miring.
  3. Pertanyaan seperti a dan b tetapi benda dipercepat 2 m/s2 (g= 10 m/s2)
  4. Sama soal c tetapi koefisien gesekan antara benda dengan bidang miring 0,2.
Gambar 3.2 Balok dinaikkan oleh gaya F
Jawab:
  1. Berdasarkan Gambar 3.2 diatas maka;
  2. F-mg sin = ma, karena benda bergerak dengan kecepatan konstan maka a (percepatan) = 0. Sehingga diperoleh F=mgsin?, maka W =F.x=mg sin .x =(10)(10)(3/5)(5)=300 J.
  3. W = F x cos 37o = (60)(5)(0,8)=240 Joule
  4. F = m(g sin +a) = (10)[(10)(3/5)+(2)] = 80 N
  5. Bila F sejajar dengan bidang miring, maka W = 400 Joule Bila F membentuk sudut 37o dengan bidang miring, maka W = 320 Joule.
  6. F-(mg sin+f)=ma
  7. f = mg cos = (0,2)(10)(10)(0,8) = 16 N; F = (20 + 60 +16) = 96 N maka W = 480 Joule Bila F membentuk sudut 37o dengan bidang miring maka; N = mg cos - Fsin Fcos37o-mg sin 37o-(mgcos37o-Fsin37o) = ma 0,29 F = (60+16+20), maka F = 96/0,92 = 104,35 N, sehingga W = (104,35)(5)cos37o) = 417,4 Joule.

III.2. Kerja oleh Gaya Taktetap

Bila suatu gaya bekerja pada suatu benda, menyebabkan benda berpindah sejauh dr maka akan menghasilkan kerja sebesar . Dalam hal ini dr cukup kecil, sehingga dalam pergeseran ini F dianggap tetap. Apabila pergeseran cukup besar, maka besar dan arah gaya F akan berubah. Misalkan F(x) adalah gaya yang berubah dan bekerja dalam arah x, dalam selang jarak antara x1 dan x2. Untuk menentukan besarnya kerja yang dilakukan oleh gaya, maka total pergeseran dibagi dalam interval kecil x, sehingga dalam setiap interval gaya F dapat dianggap tetap. Dengan demikian kerja yang dilakukan untuk interval dx1 diberikan oleh:

W(x1) = F(x1) x1
(3.2) Gambar 3.3 Gaya sebagai fungsi dari pergeseran a. Pergeseran kecil, b. pergeseran besar
Karena antara x1dan x2 terdapat N buah iterval, kerja yang dilakukan adalah:
(3.3)
Bila x1 --> 0, kurva F(x) sepanjang x1s/d x2dipandang sebagai sistem yang kontinyu, sehingga kerja yang dihasilkan adalah:
(3.4)
Sebagai salah satu contoh kasus, tinjau sebuah pegas yang konstantapegas k diberi sebagai gaya F sehingga mengalami deformasi sepanjang x. Gaya yang dilakukan oleh pegas F = k x. Kerja yang dilakukan pada pegas yang menyebabkan terjadinya perubahan dari x1 s/d x2 adalah:
(3.5)
Jika dipilih x1 = 0 dan x2 =x, akan diperoleh bahwa:
W = 1/2 kx2 (3.6)
Bila gaya yang bekerja berubah terhadap waktu maka kerja yang dilakukan dapat dituliskan sebagai:
(4.7)
Perubahan gaya terhadap waktu umumnya disebabakan karena adanya perubahan kecepatan terhadap waktu,atau dengan kata lain karena benda mengalami percepatan.
Contoh 2: Suatu partikel bermassa m digantungkan pada ujung seutas tali tanpa berat dengan panjang l. Sistem ini disebut bandul sederhana seperti pada Gambar 3.4. Hitung kerja yang dilakukan oleh gaya F yang bekerja dalam arah horizontal
Gambar 3.4 (a) Bandul sederhana (b) Diagram gaya yang bekerja.
Jawab. Misalkan partikel digeser sepanjang lintasan berbentuk busur-lingkaran berjejari l dari = 0 sampai = . Gaya seperti ini dapat diterapkan dengan menarik massa melalui seutas tali yang diusahakan selalu horizontal. Akibatnya partikel akan mengubah posisi vertikalnya sebesar h. Dengan menganggap bahwa selama gerak ini tidak ada percepatan, berarti dalam kenyataannya gerak ini haruslah sangat perlahan. Gaya F selalu pada horizontal, akan tetapi pergeseran ds terletak pada suatu busur. Arah ds bergantung pada nilai ? yang menyinggung lingkaran pada setiap titik. Gaya F akan berubah besarnya sedemikian rupa sehingga selalu mengimbangi komponen horizontal dari gaya tarik T.
Dari hukum I Newton diperoleh:
M g = T cos dan F = T sin ?
Dengan menghilangkan T dari kedua persamaan di atas, diperoleh:
F = m g tan
Kerja yang dilakukan untuk perpindahan ds adalah:
= m g sin ds
Perhatikan bahwa sudut antara ds dan F adalah . Untuk menghitung kerja pada perpindahan dari = 0 sampai pada . = . kita harus melakukan integrasi sepanjang lintasan. Pada lintasan ini kita mempunyai hubungan ds = 1 d?. Sehingga diperoleh:
akan tetapi
 

III.3. Energi Kinetik

Secara umum resultan gaya yang bekerja pada setiap benda tidak perlu sama dengan nol atau benda bergerak dipercepat sehingga F = m a. Artinya benda tersebut bergerak dengan keceoatan berubaha terhadap waktu. Kerja yang dilakukan oleh resultan gaya tersebut diberikan oleh:
(3.8)
Karena , kerja dilakukan diberikan oleh:
atau (3.9)
Bila benda tersebut bergerak dari kecepatan v1 ke v2, kerja yang dilakukan oleh gaya adalah:
(3.10)
Kerja ini setara dengan perubahan besaran (1/2mv2). Perubahan ini haruslah merupakan pertambahan atau pengurangan energi. Karena kerja adalah perpindahan energi, berarti besaran 1/2mv2 merupakan besaran energi, yakni bentuk energi yang berhubungan dengan gerak benda, yakni yang dikenal sebagai energi gerak atau energi kinetik yang disimbolkan dengan Ek:
Ek = 1/2mv2 (3.11)
Contoh 3: Anggap gaya gravitasi nilainya tetap untuk jarak yang tidak terlalu besar di atas permukaan bumi. Sebuah benda dijatuhkan tanpa kecepatan awal dari ketinggian h di atas permukaan bumi. Berapakah energi kinetik benda tepat sebelum sampai ke tanah.
Jawab: Pertambahan energi kinetik adalah sama dengan kerja yang dilakukan oleh gaya resultan yang bekerja pada benda. Apabila gesekan udara diabaikan maka gaya resultan adalah gaya gravitasi. Gaya ini besarnya tetap dan mempunyai arah sama dengan arah gerak benda, sehingga kerja oleh gaya gravitasi:
W = F . d = m g h cos 0o = m g h Kecepatan awal benda, yaitu V0 = 0, dan kecepatan akhir adalah V. Pertambahan energi kinetik, yaitu:
Ek = 1/2m v2 - 1/2 m V02 = 1/2 m V2
Dengan menggunakan teorema kerja energi kita peroleh:
1/2 m V2 = m g h
Kecepatan benda tepat sebelum sampai di tanah adalah:

III.4. Energi Potensial

Kemampuan melakukan kerja karena posisi atau letak disebut energi potensial. Sebagai contoh, benda yang terletak pada ketinggian tertentu berpotensi untuk jatuh. Pada saat benda tersebut jatuh, berarti telah mengubah energi poteansialnya menjadi energi kinetik. Pengertian energi potensial hanya berhubungan dengan gaya konservatif.

A. Energi Potensial Gravitasi

Besar gaya gravitasi (gaya berat) yang dialami oleh sebuah benda yang berada dekat permukaan bumi ditulis sebagai:
(3.12) Di dekat permukaan bumi g dianggap konstan. Besarnya kerja diperlukan untuk memindahkan suatu benda bermassa dari ketinggian h1 ke ketinggian h2 diatas permukaan bumi diperoleh sebagai:
(3.13)
Gambar 3.4 Kerja oleh perpindahan benda dari h1 ke h2
Dalam hal ini besaran mgh, merupakan besaran energi yang tersimpan pada benda tersebut pada posisi ketinggian h. Oleh karena itu besaran mgh dinamakan energi potensial graviatasi suatu benda yang massanya m dibawah percepatan gravitasi g yang terletak pada jarak h dari suatu kerangka acuan.
Karena itu

Ep = mgh(3.14)
Gambar 3.5 Benda bermassa m berjarak r dari pusat bumi
Jika posisi jauh dari permukaan bumi, maka gaya gravitasi tidak lagi konstan, melainkan berubah menurut hubungan
dengan; G adalah konstanta gravitasi, MB adalah massa bumi, disebut energi potensial bumi. Sedangkan potensial gravitasi V didefenisikan sebagai usaha yang diperlukan untuk membawa satu satuan massa dari tak berhingga ke r dalam ruang dimana medan tidak lenyap, maka:
Kerja yang dilakukan bila benda tersebut berpindah dari posisi r1 ke r2 diberikan oleh:
(3.16a)

III.4. Energi Potensial

B. Energi Potensial Pegas

Seperti yang telah diturunkan pada persamaan (3.5), bila dalam keadaan posisi setimbang (kendur) panjang pegas x0. Pegas kemudian diberi gaya F sehingga pegas bertambah panjang menjadi x maka pegas akan memberikan gaya perlawanan sebesar F = -k (x - x0) yang berarti bahwa gaya yang diberikan pada pegas F = -F'= k(x - x0). Kerja yang dilakukan untuk merubah panjang pegas dari x0 menjadi x diberikan oleh:
(3.17)
Gambar 3.7 Perubahan panjang pegas menghasilkan kerja
Bila x=xo merupakan posisi awal benda (x=0), berarti:
W=(1/2)kx2
(3.18) Menurut persamaan (3.18), untuk mengubah panjang pegas sejauh x maka harus dilakukan usaha sebesar (1/2)kx2. Bila pegas dilepaskan dari kedudukan simpangannya, maka pada pegas terdapat potensi (kemampuan) untuk mengendalikan pegas ke keadaan awal. Hal ini berarti bahwa jika perubahan panjang pegas adalah x, maka pegas menyimpan energi potensial (Ep) sebesar (1/2)kx2.

III.5 Hukum Kekekalan Energi

Kerja yang dilakukan oleh gaya-gaya yang bersifat konservatif adalah memindahkan energi dari perilaku gaya menjadi energi tersimpan. Jika bendanya bergerak, maka energi kinetiknya akan dirubah menjadi energi potensial. Jadi dalam persoalan ini ada transfer (alih) energi dari energi kinetik menjadi energi potensial atau sebaliknya tanpa adanya kehilangan energi.

Jadi kerja melawan gaya tidak membuang energi, atau dengan kata lain jumlah energi kinetik dan energi potensial selalu konstan. Ciri khas dari gaya konservatif adalah bahwa kerja yang dilakukan pada suatu lintasan tertutup adalah sama dengan nol atau:
(3.19) Arti fisis dari persamaan (3.19) adalah energi yang lenyap dalam suatu proses tertutup senantiasa sama dengan nol sejauh gaya-gaya yang bekerja adalah gaya konservatif. Ini berarti bahwa: d(Ek+Ep) = 0 atau,
EK+EP = konstan
(3.20) Untuk dua keadaan yang kondisi mekaniknya berbeda akan berlaku:
EK1+EP1 = EK2+EP2
(3.21) (3.20) Persamaan (3.20) dikenal sebagai hukum kekekalan energi.
Contoh 4. Sebuah benda massa 0,2 kg dijatuhkan dari ketinggian 50 cm menimpa sebuah pegas yang dipasang vertikal dengan konstanta k = 150 N/m. Hitunglah:
  1. Kecepatan benda pada saat mengenai ujung pegas.
  2. Berapa jauh pegas akan tertekan bila g = 10 m/s2.
Jawab.
  1. EKA+EPA=EKB+EPB
  2. mg(h+xo) = (1/2)mvB2 + mgxo
  3. vB2=0,2x10x0,5= 1 m/s b. (1/2)mvB2 = (1/2)kx2 0,5x0,2x12 = 0,5x150x2 x2 = 0,0013, maka x = 0,036 m = 3,6 cm.
Contoh 5. Sebuah benda massa 2 kg digantung pada pegas dan kemudian ditarik sejauh 20 cm dari posisi setimbang. Jika konstanta pegas k = 2N/cm. Hitung: a. Kecepatan benda pada saat mencapai titik setimbang.
b. Tinggi maksimum benda akan naik jika tarikan dilepas.
Jawab. a. Dalam keadaan setimbang, mg= kzo maka zo= mg/k=20/200 = 20 cm. EA =EB, maka vB2=(-2x10x0,2)+(0,5x200x0,32)+ (-0,5x200x0,12) m2/s2
vB2=4 m2/s2, maka vB=2 m/s.
b.
50 zm2 + 10zm - 10 10zm- 4 = 0, maka zm = 0,2 m.
Contoh 6. Sebuah balok bermassa 10 kg didorong keatas bidang miring dengan sudut kemiringan 37o dengan kecepatan awal 5 m/s. Balok berhenti setelah menempuh jarak 2 m kemudian meluncur kembali ke kaki bidang miring. Hitunglah; a. Koefisien gesekan antara balok dan bidang miring.
b. Kecepatan dan percepatan balok pada saat mencapai kaki bidang miring.
Jawab:
a.
sehingga diperoleh koefisien gesek ()=2,5/80 = 0,0125
Contoh 7. Sebuah bola kehilangan 15% energinya pada saat melenting kembali ke arah datangnya bola. Berap kecepatan awal yang harus diberikan agar bola melenting kembali ke tinggi semula; Jawab.
Energi kinetik lentingan
 

III.6 Daya

Menurut definisi daya adalah banyaknya kerja yang dilakukan per satuan waktu. Daya rata-rata yang diberikan pada suatu benda adalah kerja total yang dilakukan benda dibagi dengan waktu total yang dipergunakan untuk melakukan kerja yang dimaksud. Andaikan besarnya kerja yang dilakukan dalam selang waktu t adalah W, maka daya rata-rata adalah:
, daya sesaat
Buat untuk sistem yang berputar dengan kecepatan dengan M adalah momen gaya. Sistem satuan internasional satuan daya dinyatakan dengan Joule/det yang disebut Watt. Satuan lain yang sering digunakan untuk peralatan berat adalah satuan tenaga kuda (Horse Power) Hp dimana 1 Hp 746 Watt. Dari hubungan diatas maka kerja dapat pula dinyatakan daya kali waktu dan yang sering digunakan adalah kilo-Watt (KWh). Satu kilo watt adalah kerja yang dilakukan oleh suatu sistem yang bekerja dengan daya konstan 1 kilowatt selama satu jam.
Contoh 8: Sebuah mobil menggunakan daya sebesar 150 hp bergerak dengan kecepatan 72 km/jam berapa gaya dorong mesin pada saat tersebut.
Jawab: 150 x746 watt = Sehingga diperoleh bahwa: F = 5595 N
Contoh 9: Sebuah elevator massa 500 kg, dirancang untuk mengangkut penumpang maksimum 25 orang dengan massa rata-rata perorang 60 kg, pada suatu gedung bertingkat 25. Bila tinggi gedung untuk tiap tigkatnya 4 m dan dibutuhkan waktu 20 detik dalam menempuh 25 tingkat, Hitung a. daya minimum yang diperlukan elevator
b. daya yang diperlukan jika efisiensi mesin 50 %
Jawab: a. berat elevator G = m g = 5000 N, berat penumpanng = 60 x 10 x 25 = 15000 N Berat sistem = berat elevator + Berat penumpang = 20000 N Kerja yang diperlukan untuk mencapai lantai 25 adalah W = 20000 x 25 x 4 = 2 x 106 Joule, Jadi daya minimum yang diperlukan adalah: watt = 100 Kwatt.
b. Bila efesiensi 50% maka diperlukan daya 200 KW.

Momentum Linear dan Tumbukan

Hukum kekekalan energi yang dibahas dalam bab terdahulu, hanyalah salah satu hukum kekekalan di dalam fisika. Kuantitas lain yang ditemukan memiliki sifat kekal adalah momentum linier, momentum sudut dan muatan listrik. Pada bab ini kita akan membahas momentum linier dan kekekalannya. Selanjutnya dengan menggunakan hukum kekekalan momentum serta hukum kekekalan energi, kita akan menganalisis tumbukan. Dalam pengertiam umum, tumbukan melibatkan interaksi antara lebih dari satu obyek. Akan tetapi, dalam fisika, pembahasan tumbukan meliputi pula peristiwa ledakan (obyek tunggal terurai menjadi lebih dari satu obyek). Di samping itu, tumbukan yang melibatkan dua partikel tidak mengharuskan keduanya bersinggungan satu sama lain. Tumbukan seperti ini akan dijumpai dalam kajian interaksi medan dalam teori medan kuantum. 
 


IV.1 Momentum dan Gaya

Momentum linier dari sebuah partikel didefinisikan sebagai hasil kali antara massa dan kecepatan linear partikel tersebut. Momentum linier umumnya dinyatakan dengan simbol p. Jika m menyatakan massa partikel dan v adalah kecepatannya, maka momentum linier (selanjutnya disebut saja momentum p adalah:
p = mv
(4.1) Karena kecepatan adalah sebuah vektor, maka momentum pun demikian. Arah momentum sama dengan arah kecepatan, dan besar momentum adalah p = mv. Karena v bergantung pada kerangka acuan maka kerangka ini haruslah terdefinisikan.
Sebuah gaya diperlukan untuk mengubah momentum dari sebuah partikel, baik besar maupun arahnya. Pernyataan Hukum II Newton tentang gerak dapat ditafsirkan dalam bahasa momentum sebagai berikut: Laju perubahan momentum dari sebuah partikel sebanding dengan gaya resultan yang bekerja padanya. Secara matematis ditulis:
(4.2) dengan F adalah gaya total yang bekerja pada obyek dan p adalah perubahan momentum resultan yang terjadi selama selang waktu t. Jika sistem terdiri dari sebuah partikel bermassa m konstan, maka dengan memasukkan persamaan (5.1) ke persamaan (5.2) kita dapatkan bentuk hukum kedua Newton yang lazim kita gunakan selama ini.
(4.3) Pada sistem partikel banyak yang terdiri dari n partikel dengan massa masing-masing m1, m2, m3 ...mn, sistem secara keseluruhan memiliki momentum total p. Momentum total didefinisikan sebagai jumlah vektor semua momentum partikel dalam kerangka acuan yang sama, yaitu;
p = p1 + p2 + ...+ pn
= m1v1 + m2v2 + ... mnvn
(4.4) dengan v1 adalah kecepatan m1, v2 adalah kecepatan m2, dan vn adalah kecepatan partikel ke-n bermassa mn.

IV.2 Kekekalam Momentum Linear

Dalam Modul sebelumnya, telah kita jumpai hukum kekekalan energi. Dalam bagian ini kita akan membahas hukum kekekalan momentum linear, yang merupakan satu dari 7 hukum kekekalan (Energi, Massa, Momentum Linear, Momentum sudut, muatan listrik, bilangan lepton, bilangan barion) yang dikenal dalam Fisika. Dalam Gambar 4. 1 dicontohkan tumbukan antara dua bola biliard
Apabila total gaya eksternal pada sistem ini adalah nol, maka jumlah momentum dari kedua bola tidak berubah. Total momentum sebelum dan setelah tumbukan adalah sama. Meskipun momentum dari masing-masing bola berubah, tetapi total perubahan itu adalah nol. Artinya, mengecilnya momentum dari bola yang satu akan disertai membesarnya momentum dari bola yang lain.
Jika m1v1 adalah momentum dari bola 1 dan m2v2 adalah momentum dari bola 2, keduanya diukur sebelum tumbukan, maka momentum total sebelum tumbukan adalah m1v1+m2v2.
Setelah tumbukan, tiap-tiap bola mempunyai momentum yang berbeda, yakni m1v'1dan m2v'2. Momentum total setelah tumbukan adalah m1v'1 + m2v'2. Dengan demikian tanpa gaya eksternal keadaan berikut berlaku:
m1v1+m2v2 = m1v1 + m2v2 (4.4)
Dalam hal ini, vektor momentum total dari sistem dua bola adalah kekal atau konstan.
Meskipun prinsip kekekalan momentum ditemukan secara eksperimental, namun kita dapat juga menurunkannya dari hukum gerak Newton. Dari Gambar 4.1, anggap gaya F terdapat pada satu bola dan mendorong bola lain selama tumbukan. Gaya rata-rata selama waktu tumbukan t diberikan oleh:
F = p/t atau Ft =p (4.5)
Jika persamaan (4.5) diterapkan pada bola 1 (Gambar 4.1) dengan menandai kecepatan bola 1 sebelum tumbukan v1 dan v'1 sebagai kecepatan setelah tumbukan, maka
Ft=m1v'1 - m1v1.
Dalam hubungan diatas, F adalah gaya pada bola 1 mendorong bola 2, dan t adalah waktu kontak kedua bola selama tumbukan. Selanjutnya berdasarkan hukum III Newton, gaya oleh bola 2 terhadap bola 1 adalah F, sehingga ditulis
-Ft=m2v'2-m2v2
Kombinasi persamaan untuk bola 1 dan bola 2 diperoleh:
m1v'1 - m1v1= -( m2v'2-m2v2) atau m1v'1+ m2v'2 = m1v1+ m2v2.
Persamaan terakhir diatas menunjukkan bahwa jika jumlah gaya-gaya yang bekerja pada sistem adalah nol, maka p=0, sehingga tidak ada perubahan momentum total. Jadi pernyataan umum hukum kekekalan momentum adalah momentum total dari suatu sistem terisolir adalah konstan.
Contoh 1: Sebuah truk bermassa 10.000 kg berjalan dengan kecepatan 24,0 m/s menabrak mobil sejenis yang sedang mogok. Selanjutnya kedua mobil berjalan beriringan setelah bertabrakan. Berapa kecepatan kedua mobil?
Jawab: Momentum total awal adalah m1v1+ m2v2 = (10.000 kg)(24,0m/s)+ (10.000 kg)(24,0m/s) =2,4x105 kgm/s. Setelah tumbukan, kedua mobil bergerak dengan kecepatan yang sama (mobil berjalan mendorong mobil mogok), jadi: (m1+m2)v' = 4x105kgm/s. Maka v'= (2,4x105kgm/s) / (2,0x104 kg) =12,0 m/s.

IV.3 Sistem dengan Massa yang Berubah

Pembahasan dalam pasal-pasal sebelumnya terbatas pada sistem dengan massa total M yang konstan terhadap waktu. Dalam bagian ini akan dibahas sistem dengan massa yang berubah selama pengamatan. Jika sistem mengalami pertambahan massa (akibat adanya massa yang masuk ke dalam sistem), maka laju perubahan massa dM/dt positif. Sebaliknya perubahan massa bertanda negatif. Contoh yang cukup lazim adalah adalah roket yang diluncurkan, dimana terdapat pengurangan massa.
Gambar 4. 2 Roket
Gambar 4.2a memperlihatkan sebuah roket bermassa M yang bergerak dengan kecepatan v terhadap kerangka acuan tertentu. Pada sistem bekerja juga gaya eksternal Feks. Pada saat t berikutnya, susunannya berubah menjadi seperti dalam gambar 4.2b. Massa sebesar M dikeluarkan dari roket dan bergerak dengan kecepatan u terhadap pengamat. Massa sistem berubah menjadi M-?M dan kecepatan sistem berubah dari v ke v+v. Berdasarkan persamaan (4.2):
(4.6) Dengan pf adalah momentum akhir sistem (Gambar 4.2b) dan pi adalah momentum awal sistem (Gambar 4.2a). Momentum akhir sistem diberikan oleh:
(4.7a) Sedangkan momentum awalnya adalah:
pi =Mvi
(4.7b) Sehingga persamaan (4.6) menjadi:
(4.8) Jika t dibuat menuju nol, keadaan Gambar 4.2b mendekati keadaan Gambar 4.2a, dalam hal ini v/t mendekati dv/dt. Besaran M adalah massa yang ditolakkan dalam waktu ?t. Karena perubahan massa benda terhadap waktu, dM/dt, dalam hal ini harus berharga negatif, maka ketika t manuju nol, besaran positif M/t kita ganti dengan M/dt. Akhirnya, v menuju nol bila t menuju nol. Dengan demikian persamaan (4.8) menjadi:
(4.9a) atau
(4.9b) Persamaan (4.9) merupakan pernyataan matematis dari hukum Newton kedua, yang mendefinisikan gaya luar pada obyek yang massanya berubah. Kita perhatikan bahwa jika laju perubahan massa adalah nol (massa konstan) maka pernyataan (4.9) akan kembali ke bentuk lazim kita kenal hukum Newton kedua F=Ma.
Contoh 2. Sebuah senapan mesin dipasang di atas kereta yang dapat menggelinding bebas tanpa gesekan di atas permukaan horizontal. Massa sistem (kereta+senapan) pada suatu saat tertentu adalah M. Pada saat tersebut senapan memuntahkan perluru-peluru bermassa m dengan kecepatan u terhadap kerangka acuan. Kecepatan kereta dalam kerangka ini adalah v dan kecepatan peluru terhadap kereta adalah u-v. Banyaknya peluru yang ditembakkan terhadap satuan waktu adalah n. berapakah percepatan kereta tersebut?
Jawab. Anggap tidak ada gaya eksternal yang bekerja pada sistem, maka berdasarkan persamaan (4.19a) kita peroleh:
disini dv/dt = a (percepatan sistem), vreal =u-v, dan dM/dt = -mn yaitu laju pengurangan massa sistem tiap satuan waktu. Ma = (vreal)(-mn) atau

IV.4 Tumbukan dan Impuls

Pada saat dua obyek bertumbukan, kedua obyek umumnya mengalami deformasi melibatkan gaya-gaya yang kuat. Gaya- gaya tersebut adalah gaya kontak berdasarkan hukum II Newton , persamaan (4.2), besar vektor gaya tersebut adalah:
F=(p/t)
(4.10) Persamaan ini tentu saja diterapkan pada masing-masing obyek dalam suatu tumbukan. Kita pahami bahwa tumbukan umumnya terjadi dalam waktu yang sangat singkat sehingga gaya kontak dapat ditulis dalam bentuk infinitesimal t --->0, yakni F=dp/dt. Jika kedua ruas persamaan (4.10) dikalikan dengan interval waktu t, diperoleh:
Ft=p
(4.11) Kuantitas ruas kiri persamaan (4.11), yakni perkalian antara gaya F dengan interval waktu t, disebut impuls. Kita lihat bahwa perubahan total pada momentum sama dengan impuls. Konsep impuls hanya terdapat pada tumbukan yang berlangsung sangat singkat. Besar impuls dinyatakan oleh luas di bawh kurva Gambar 4.3.
Contoh 3. a. Hitung impuls yang dialami oleh seseorang yang bermassa 70 kg pada tanah setelah melompat dari ketinggian 3,0 m. b. Kemudian perkiraan gaya rata-rata yang didorongkan kaki orang tersebut oleh tanah kalau mendarat dengan kaki tegak c. Sama dengan soal b tetapi kaki bengkok. Dalam hal ini, anggap tubuh bergerak 1,0 cm selama tumbukan, dan pada kasus kedua, bilamana kaki bengkok sekitar 50 cm.
Jawab. a. Ambil percepatan tubuh orang tersebut a=g=9,8 m/s2, dan kecepatan awal vo =0. Maka kecepatan tubuh ditanah: v=[2a(y-yo)]1/2 = [2(9,8m/s2)(,0m)]1/2 = 7,7 m/s. Impuls pada tubuh orang tersebut:
Ft =p = p - po =0-(70 kg) (7,7 m/s) = -542 Ns
Tanda negatif menunjukkan bahwa arah gaya berlawanan dengan arah momentum tubuh (gaya arahnya keatas)
b. Tubuh berkurang kecepatnnya dari 7,7 m/s menjadi nol dalam jarak d=1,0 cm=1,0x10-2m. Laju rata-rata selama perioda ini adalah v=(7,7+0)/2=3,8 m/s. sehingga waktu tumbukan diberikan oleh t=d/v =(1,0x10-2m)/(3,8m/s) = 2,6 x10-3t = (540 Ns)/(2,6x10-3)
= 2,1x105 N dan F = Ftanah Emg, maka:
Ftanah = F + mg = (2,1x105N) + (70 kg)(9,8 m/s2)
= 2,1x105 N + 690 N =2,1x105N
c. d = 50 cm = 0,5 m.
?t =d / v = (0,5 m)/(3,8 m/s) = 0,13 s f =(540 Ns)/(0,13 s) = 4,2x103 N ftanah = F + mg = $,2x103 N + 0,6x103 N = 4,9x103 N.'

IV.5 Kekekalan Energi dan Momentum pada Tumbukan

Pada Bagian IV.2 telah dikemukakan tentang adanya kekekalanm momentum total pada tumbukan antara dua obyek (bola biliard). Jika kedua obyek sangat keras dan elastis serta tidak ada panas yang dihasilkan pada saat kedua obyek bertumbukan, maka enerhi kinetik adalah kekal. Ini berarti bahwa energi kinetik sebelum dan sesudah tumbukan adalah sama.
Tumbukan dimana energi total adalah kekal disebut tumbukan elastik, sedangkan tumbukan dimana energi kinetik total tidak kekal disebut tumbukan tidak elastik.
Untuk tumbukan elastik:
(1/2)m1v12+ (1/2)m2v22 =(1/2)m1v'12+(1/2)m2v'22
m1v1+m2v2 =m1v'1m2v'2
(4.12) Untuk tumbukan tidak elastik:
(1/2)m1v12+ (1/2)m2v22 = (1/2)m1v12+ (1/2)m2v22 + energi termal + bentuk energi lain
m1v1+m2v2 =m1v'1m2v2
Jadi pada tumbukan elastik berlaku hukum kekekalan energi kinetik dan hukum kekekalan momentum, pada tumbukan tidak elastik tidak berlaku hukum kekekalan energi kinetik namun berlaku hukum kekekalan momentum.

IV.6 Tumbukan Eleastik dalam Satu Dimensi

Pada uraian berikut ini kita menerapkan kekekalan momentum dan energi kinetik guna menganalisis tumbukan elastik antara dua obyek kecil (partikel). Kita asumsikan bahwa semua gerak terjadi sepanjang garis lurus, yaitu bahwa kedua partikel bergerak dengan kecepatan awal v1 dan v2 sepanjang sumbu-x (Gambar 4.4a). Setelah tumbukan, kecepatannya masing-masing berubah menjadi v1' dan v2' (Gambar 4.4b).
Dari hukum kekekalan momentum, kita peroleh; m1v1+m2v2 =m1v1' + m2v2' Oleh karena tumbukan dianggap elastik, energi kinetik juga kekal; (1/2)m1v12+(1/2)m2v22 =(1/2)m1v12+(1/2)m2v22. Jika kita mengetahui massa dan kecepatan awal, maka dengan menggambarkan kedua persamaan di atas kita dapat menentukan kecepatan sesudah tumbukan, yakni v1'dan v2'
Kita dapat menuliskan kembali persamaan kekekalan momentum dan energi kinetik sebagai berikut:
m1( v1 - v'1=m2(v'2 - v2)
(4.13)
m1( v12 - v'12) =m2( v'22 - v22)
(4.14a) Persamaan (4.14a) dapat dituliskan kembali seperti:
m1( v1 - v'1) ( v1+ v'1 = m2 (v'2 - v2) (v'2 + v2)
(4.14b) Jika persamaan (4.14b) dibagi dengan (4.13), diperoleh;
v1+ v'1= v'2 + v2
atau
v1 - v2= v'2 - v'1
(4.15) Dari persamaan (4.13) dan (4.15), dapat dinyatakan kecepatan akhir terhadap kecepatan awal.
Contoh 4. Dari data pada gambar dibawah ini, hitunglah
Gambar 4.5 Tumbukan elastik satu dimensi
a. Kecepatan m1 dan m2 setelah tumbukan, bila tumbukannya bersifat elastik satu dimensi
b. Energi kinetik total sebelum tumbukan
c. Energi kinetik total setelah tumbukan dari hasil jawaban pertanyaan a.
Jawab. Karena bidang licin maka . Jadi kita dapat menggunakan hubungan-hubungan diatas dengan ketentuan v1 = 5 m/s dan v2 = - 10 m/s. a. b. Ek (total) = (1/2)m1v12+ (1/2)m2v22 = (1/2)(30x10-3kg)(5m/s)2+(1/2)(20x10-3kg)(-10 m/s)2 = 1,375 J
c. E'k(total) = (1/2)m1v'12+ (1/2)m2v'22 = (1/2) (30x10-3kg)(-7m/s)2+(1/2)(20x10-3kg)(8m/s)2 = 1,375 J.

5.7 Tumbukan Eleastik dalam 2D atau 3D

Prinsip kekekalan momentum dan energi dapat juga diterapkan terhadap tumbukan dalam dua atau tiga dimensi. Untuk kasus demikian, kaidah vektor kembali berperan penting. Contoh tumbukan semacam ini kita dapat lihat pada permainan billiar, serta tumbukan atom-atom. Gambar 5.5 memperlihatkan partikel 1 bermassa m1 bergerak sepanjang sumbu-x dan menumbuk partikel 2 bermassa m2 yang mula- mula dalam keadaan diam. Setelah kedua partikel terhambur, m1= membentuk sudut 1 terhadap x dan m2 membentuk sudut 2 terhadap sumbu-x.
Gambar 4.5 Tumbukan elastik dalam dua dimensi
Dari kekekalan energi kinetik diperoleh hubungan:
(1/2)m1v12+(1/2)m2v22 =(1/2)m1v1E+(1/2)m2v2E2 Dari kekekalan momentum diperoleh:
p1 = p1 - p2
Jika diuraikan dalam komponen vektornya, diperoleh:
px = px1Epx2 m1v1 = m1v1Ecos ?1E+m2v2Ecos ?2E(5.16b) py = py1Epy2 0 = m1v1Esin ?1E+m2v2Esin ?2E(5.16c) Dari ketiga persamaan (5.16a,b dan c) bebas satu sama lain dan dapat ditemukan tiga variabel yang tidak diketahui jika variabel lainnya diketahui.
Contoh 5. Sebuah peluru bermassa 10 kg bergerak pada sumbu-x positif dengan kecepatan 140 m/s. jika peluru ini kemudian pecah menjadi 3 bagian dengan data sebagai berikut: m1 = 3kg, v1x = 210 m/s, v1y = -180 m/s, v1z = 80 m/s
m2 = 4 kg, v2x = 105 m/s, v2y =40 m/s, v2z = -60 m/s
  1. Nyatakan momentum linier awal peluru yakni pox, poy, poz.
  2. Tuliskan persamaan komponen momentum linier akhir arah x,y,z (setelah peluru terpecah tiga abaikan gaya gravitasi)
  3. Jika pecahan ketiga bermassa 3 kg tentukanlah besar dan arah kecepatan pecahan tersebut.
Jawab.
  1. Momentum awal peluru
  2. pox = mvox = (10 kg) (140 m/s) = 1400 kg m/s poy = mvoy = (10 kg) (0) = 0 poz = mvoz = (10 kg) (0) = 0
  3. Momentum linier akhir yaitu;
  4. pfx = m1 v1x + m2 v2x + m3 v3x = (3x210)+(4x105)+ p3x=1400 pfy = m1 v1y+m2v2y+ m3 v3y = (3x(-180))+(4x40)+ p3y=0 pfz = m1 v1z + m2 v2z + m3 v3z =(3x80)+(4x(-60))+ p3z=0 pfx = 630 + 420 + p3x=1400 pfy =-540 + 160+ p3y=0 pfz = 240 E240 + p3z=0 c. Besar dan arah pecahan ketiga p3x=1400-1050=350 kgm/s, maka v3x = 350/3=116,7 m/s p3y=0 + 380 = 380 kg m/s, maka v3y = 380/3 =126,7 m/s p3z=0, maka v3z = 0/3 = 0 m/s Besar kecepatan arahnya terhadap sumbu-x

5.8 Pusat Massa

Sejauh ini obyek yang kita tinjau diperlukan sebagai partikel tunggal. Dalam gerak translasi, tiap-tiap titik pada obyek mengalami pergeseran yang sama dengan titik lainnya sepanjang waktu, sehingga gerak dari satu partikel menggmbarkan gerak keseluruhan obyek. Tetapi, walaupun dalam geraknya obyek berotasi ataupunm bervibrasi, ada satu titik pada obyek yang bergerak serupa dengan gerak sebuah partikel bila dikenai gaya luar yang sama, titik tersebut dinamakan “pusat massaE Tinjau sistem dua partikel m1 dan m2 yang masing-masing berjarak x1 dan x2 dari suatu titik awal 0, pusat massa sistem terletak pada jarak xcm dari titik asal 0, dengan xcm didefinisikan sebagai (lihat gambar 5.6). (5.17) Dengan M=m1+m2 adalah massa total sistem. Pusat massa terletak pada garis antara m1 dan m2. Jika kedua massa sama (m1=m2=m), xcm persis berada di tengah, karena dalam kasus ini . Jika m1>m2, maka pusat massa akan bergeser mendekati m1. Sebaliknya jika m1

IV.9 Pusat Massa dan Gerak Translasi

Tinjau gerak sekumpulan partikel, masing-masing massanya m1, m2, ... mn dengan massa total M yang dianggap konstan. Dari persamaan (4.19b) dituliskan kembali:
Mrcm = m1r1 + m2 r2 + ... + mn rn
Dengan rcm vektor posisi yang menyatakan letak pusat massa partikel dalam suatu kerangka acuan tertentu. Kita diferensialkan persamaan ini terhadap waktu, kita peroleh:
atau
Mvcm = m1v1 + m2 v2 + ... + mn vn
(4.21) Dengan adalah kecepatan partikel ke-n, dan adalah kecepatan pusat massa.
Dari persamaan (4.21) kita melihat bahwa momentum total dari sistem sama dengan hasil kali massa total dengan kecepatan pusat massa sistem. Persamaan (4.21) didefernsialkan terhadap waktu diperoleh:
atau
Macm = m1a1 + m2 a2 + ...+ mn an
(4.22) Dengan acm adalah percepatan pusat massa sistem, sedang an adalah percepatan partikel ke-n. Berdasarkan hukum gerak Newton kedua, persamaan (5.22) dapat ditulis menjadi:
Macm = F1+ F2 + ...+ Fn = Ftotal
(5.23) Jadi dengan semua gaya-gaya yang bekerja pada sistem sama denganmassa total dari sistem dikalikan dengan percepatan pusat massanya. Pusat massa dari sistem dengan massa total M bergerak seperti sebuah partiekl tunggal bermassa M disebabkan oleh gaya eksternal yang sama.

Bab V
ELASTISITAS

Pada bab ini kita akan mengkaji salah satu kasus dimana materi atau obyek dalam keadaan alamiah. Keadaan ini disebut obyek dalam keadaan seimbang baik translasi maupun rotasi. Karena sifat inersia, keadaan ini selalu berusaha dipertahankan oleh obyek. Namun jika jumlah gaya luar (eksternal) yang bekerja pada obyek makin besar. Maka suatu saat obyek mengalami deformasi, atau bahkan bisa patah yakni pada saat gaya-gaya luar lebih besar dari gaya ikat antara atom-atom yang menyusun obyek (gaya internal). Keadaan deformasi pada obyek juga dapat terjadi jika vektor gaya-gaya yang bekerja tidak berada pada garis yang sama. Dalam keadaan demikian kita memerlukan besaran yang disebut besaran tensor, yang baru dijumpai pada kuliah fisika lanjutan. 

V.1 Elastisitas, Tegangan dan Regangan

Pada bagian ini kita mempelajari efek dari gaya-gaya yang bekerja pada suatu obyek. Beberapa obyek berubah bentuk akibat pengaruh gaya-gaya yang bekerja padanya. Jika sebuah obyek yang berupa kawat tembaga padanya digantungkan beban (lihat Gambar (5.1), maka kawat tersebut akan bertambah panjang.
Gambar 5.1
Apabila elongasi (perpanjangan) kawat L cukup kecil dibandingkan dengan panjang mula-mula, maka secara eksperimen diperoleh bahwa L sebanding dengan berat beban atau gaya yang dikenakan pada benda [dikemukakan pertama kali oleh Robert Hooke (1635-1707)]. Kesetaraan ini dapat ditulis dalam bentuk persamaan :
F = k L
(5.1) Dengan F menyatakan gaya atau berat tarik pada obyek, L adalah pertambahan panjang dan k adalah tetapan.
Persamaan (5.1) dikenal sebagai Hukum Hooke, berlaku untuk semua material padat; dari besi hingga tulang, tetapi hanya berlaku hingga titik tertentu. Jika gaya semakin diperbesar, obyek akan terus bertambah panjang dan akhirnya putus. Gambar (5.2) menunjukkan suatu tipe grafik elongasi terhadap gaya. Hingga titik yang disebut "batas kesetaraan", persamaan (5.1) merupakan pendekatan terbaik untuk beberapa jenis material, dan kurvanya adalah garis lurus. Selama perpanjangan masih dalam daerah elastis, yakni daerah di bawah batas elastisitas, obyek akan kembali ke panjang semula jika gaya yang bekerja dihilangkan. Di luar batas elastisitas adalah daerah plastis. Jika perpanjangan dilanjutkan pada daerah plastis, maka obyek akan mengalami deformasi permanen. Perpanjangan maksimum dicapai pada titik putus yang juga dikenal sebagai kekuatan ultimasi (ultimate strength) dari material.
Tabel 1 Kuat Ultimasi Beberapa Material
Tabel 2 Modulus Young, Modulus Puntir dan Modulus bulk beberpa Material
Besar elongasi dari suatu obyek, seperti batang yang ditunjukkan pada gambar 5.1, tidak hanya bergantung pada gaya yang dikenakan padanya, tetapi juga bergantung pada jenis material dan dimensi obyek. Jika kita bandingakan batang yang terbuat dari material yang sama tetapi berbeda panjang dan luas penampangnya, ditemukan bahwa jika gaya yang dikenakan sama, besar perpanjangan sebanding dengan gaya dan panjang mula-mula serta berbanding terbalik dengan luas penampangnya.
(5.2) dimana Lo adalah panjang mula-mula obyek, A adalah luas penampang dan L adalah perubahan panjang berkenaan dengan gaya yang dikenakan. Y adalah konstanta yang dikenal sebagai modulus elastis, atau "Modulus Young". Nilai Y hanya bergantung pada jenis material. Nilai Modulus Young untuk beberapa jenis material diberikan pada tabel 5.1. Persamaan (5.2) lebih sering digunakan untuk perhitungan praktis dari pada persamaan (5.1) karena tidak bergantung pada ukuran dan bentuk obyek.
Gambar 5. 2
Gambar 5.2 Elongasi terhadap gaya
Persamaan (5.2) dapat ditulis kembali seperti berikut :
(5.3) Atau

dimana stress didefenisikan sebagai gaya per satuan luas, sedangkan strain sebagai ratio perubahan panjang terhadap panjang mula-mula.
Batang yang ditunjukkan pada Gambar 5.1 dikatakan berada di bawah tegangan merenggang (tensile stress). Bentuk tegangan lain adalah tegangan menekan (compressive stress), yang merupakan lawan dari tensile stress, dan tegangan memuntir (shear stress) yang terdiri dari dua gaya yang sama tetapi arahnya berlawanan dan tidak segaris (lihat Gambar 5.3).
Gambar 5.3 Tipe-tipe Tegangan : (a) Merenggang (b) Menekan (c) Menekan
Persamaan 5.2 dapat diterapkan baik untuk tegangan menekan maupun tegangan memuntir, untuk tegangan memuntir kita dapat tulis persamaan menjadi:
(5.4) tetapi L, L0 dan A harus diinterpretasikan ulang sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5.3c. ingat bahwa A adalah luas dari permukaan paralel terhadap gaya yang dikenakan, dan L tegak lurus terhadap Lo, konstanta porposionalitas adalah 1/G, dengan G dikenal sebagai Modulus Puntir (share modulus) dan umumnya mempunyai harga 1/2 hingga 1/3 harga Modulus Young Y (lihat Tabel 5.2). Obyek empat persegi panjang berada dibawah tegangan memuntir dalam Gambar 5.3c tidak secara aktual dalam keseimbangan di bawah gaya-gaya yang ditunjukkan, jika jumlah torsi tidak sama dengan nol. Kalau obyek ternyata dalam keadaan seimbang, berarti harus ada dua gaya yang bekerja padanya yang membuat jumlah torsi sama dengan nol. Satu gaya bekerja ke arah vertikal ke atas di sisi kanan, dan yang lain ke arah vertikal ke bawah pada sisi kiri seperti ditunjukkan pada gambar 5.4.
Gambar 5.4 Keseimbangan Gaya-gaya dan Torsi untuk Tegangan Memuntir
Jika pada sebuah obyek bekerja gaya-gaya dari smua sisi, volume obyek akan berkurang. Keadaan seperti ini umumnya terjadi jika obyek berada di dalam fluida, dalam kasus ini fluida mendesakkan tekanan pada obyek di semua arah. Tekanan didefinisikan sebagai gaya persatuan luas, dan merupakan ekivalen dari tegangan (stress). Untuk keadaan ini perubahan volume V, ditemukan sebanding dengan volume mula-mula Vo dan penambahan tekanan P.
Kita peroleh hubungan yang sama seperti persamaan (5.2) tetapi dengan konstanta proporsionalitas 1/B, dengan B adalah Modulus Bulk (bulk modulus ), dalam hal ini :
(5.5) Tanda minus menunjukkan bahwa volume berkurang dengan bertambahnya tekanan. Harga-harga Modulus Bulk untuk beberapa jenis material diberikan pada Tabel 5.2. Selanjutnya inversi Modulus Bulk (1/B), disebut kompresibilitas (conpressibility), diberikan simbol K yaitu :
(5.6)
Contoh 1: Balok dengan luas penampang A ditarik pada kedua ujungnya dengan gaya F yang sama. Pandang sebuah bidang yang membentuk sudut seperti terlihat pada gambar.
  1. Hitunglah tegangan tarik pada bidang tersebut, dan tuliskan dalam F, A, dan
  2. Hitunglah tegangan geser pada bidang tersebut, dan tuliskan dalam F, A, dan
  3. Untuk harga berapa, tegangan tarik maksimum
Jawab :
  1. Tegangan tarik pada Af :
  2. Tegangan geser pada A' :
  3. Tegangan tarik maksimum, bila cos2 = 1,
    cos =1 dengan 1=0 dan 2=180o (salah) karena <= 90o
Contoh 2. Sebuah kawat piano dari baja panjangnya 1,60 m memiliki diameter 0,20 cm. Berapa besar tegangan pada kawat jika kawat bertambah panjang 0,30 cm setelah direnggangkan?
Jawab :
Contoh 3. Suatu bahan . Bahan berupa kawat logam dengan panjang L dan luas penampang A digulung menjadi pegas. Jika logam mempunyai modulus Young Y dan perubahan transversal kawat gulungan kawat itu diabaikan, tunjukkan bahwa tetapan pegasnya diberikan oleh YA/Lo.
Jawab : Sepanjang deformasi terjadi pada daerah hukum Hooke, maka akan berlaku F = k x. Berdasarkan persamaan (5.5), F = Y A L/Lo. Dalam hal ini x = L, sehingga dari kedua persamaan di atas diperoleh k L = Y A L/Lo atau k = Y A/Lo.
Contoh 4. Volume minyak di dalam sebuah alat tekan hidrolik adalah 5 m3. Berapa penyusutan volumenya bila minyak itu menderita tekanan sebesar 136 atm? Kompresibilitas minyak tersebut 20 x 10-6 atm-1.
Jawab :
Contoh 5. Sebuah balok uniform massanya 1500 kg dan panjangnya 20,0 m ditindih oleh 15.000 kg peti besi, lihat gambar
a. Hitung gaya pada setiap tiang penyangga vertikal.
b. Berapa luas penampang minimum dari kedua tiang untuk menyanggah balok, anggap tiang terbuat dari beton dengan faktor keselamatan (safety factor) 6?
c. Berapa strain yang dialami oleh tiang sebelah kanan.
Jawab : a. Di titik gaya Fi,; (r1 x W1) + (r2 x W2) + (r2 x F2) = 0
-(10m)(1500kg)g-(15m)(15.000kg)g+(20)F2 = 0
(20)F2 = (10m)(1500kg)g + (15m)(15.000kg)g
F2 = (12.000kg)g=115.000 N dengan g =9,8 kg/m2
Untuk menghitung F1, kita gunakan Fy=0
Fy=F1 - (1500kg)g - (15.000kg)g + F2 = 0
F1 = (1500kg)g + (15.000kg)g + (12.000)kg
F1 = (4500kg)g = 44.100N = 0,4 x 105N
b. Berdasarkan Tabel 5.1 kekuatan menekan ultimasi untuk material beton adalah 2,0 x 107 N/m2. Karena faktor keselamatan 6, maka stress maksimum yang diperbolehkan adalah
(1/6)( 2,0 x 107 N/m2) = 3,3 x 106 N/m2 = F/A Karena F = 1,2 x 105 N,
maka A = (1,2 x 105N) / (3,3 x 106 N/m2) atau 360 cm2
c. Strain = L/Lo=(1/E)(F/A)=(1/(2,0 x 1010 N/m2)) (3,3 x 106 N/m2) = 1,7 x 10-4

V.2 Perbandingan Poisson

Kita tinjau kemungkinan perubahan bentuk obyek jika sebuah atau sejumlah gaya bekerja padanya. Gambar 5.5 memperlihatkan sebuah batang yang mengalami tegangan tarik F. Tinjau elemen volume Vo= ( Vo= ao bo co). Jika sepasang gaya F bekerja pada elemen volume Vo akan terjadi pertambahan panjang pada arah longitudinal (rusuk ao) dan pengurangan panjang pada arah transversal (rusuk bo dan co).

Gambar 3, Deformasi akibat kerja sepasang gaya F
Perbandingan poisson () didefinisikan sebagai perbandingan strain transversal terhadap strain longitudinalnya.
(5.7) dengan a, b, dan c masing-masing menyatakan perubahan sepanjang rusuk ao, bo, dan co. Tanda negatif mempunyai arti : bila strain longitudinal positif (terjadi pertambahan longitudinal) maka strain transversal negatif (terjadi penyusutan transversal). Untuk benda yang homogen, b, c=. Ditemukan dalam eksperimen selalu lebih kecil dari 1/2.
Contoh 6: Jika kedua ujung seutas kawat baja yang semula panjangnya 1m dan berpenampang bujur sangkar dengan luas 10 cm2 di tarik dengan gaya 105N, tentukanlah volume kawat tersebut setelah ditarik. Diketahui bahwa modulus young baja adalah 80 x 109 N/m2 dan perbandingan poisson adalah 0,25 Jawab:
Maka diperoleh  


V.3 Hubungan antara Perbandingan Poisson dengan Modulus Elastisitas

Pandang suatu balok homogen, sebelum gaya F dikenakan padanya, panjang rusuk-rusuk adalah ao, bo, dan co (Gambar 8.6).
Gambar 8.6
Jika sepasang gaya F dikenakan padanya, akan timbul strain sebesar
(5.8a) Berdasarkan persamaan (5.7), dapat ditulis (untuk obyek homogen):
(5.8b) Jika volume balok mula-mula adalah Vo = aoboco maka setelah mengalami gaya F volumenya menjadi
V = (ao + a) ( bo + b)(co + c)
= ao bo co + ao bo c + bo co a + ao co b + ao b c + bo a c + co a b + a b c
Jika a, b, dan c cukup kecil, maka empat suku terakhir ruas kanan persamaan diatas dapat diabaikan, sehingga diperoleh :
V= ao bo co + ao bo c + bo co a + ao co b V = Vo + ao bo c + bo co a + ao co b
Atau
V = V - Vo = ao bo c + bo co a + ao co b
Selanjutnya pada sangkutan terakhir ruas kiri dibagi dengan Vo dan ruas kanan dibagi dengan ao bo co (=Vo), diperoleh
Berdasarkan persamaan (5.8), sangkutan terakhir dapat ditulis kembali sebagai berikut
Jika gaya-gaya F yang sama dikenakan pada ketiga pasang sisi (6sisi) Gambar 5.6 misalkan berupa tekanan hidrostatik P = F/A, maka perubahan volume akan menjadi tiga kali lipat yakni:
Dari pernyataan modulus Bulk dimana perubahan volume diberikan oleh, maka
(5.9) Selanjutnya kita mencari hubungan antara modulus Young Y dengan modulus Puntir G.
Gambar 8.7
Tinjau bujur sangkar ABCD (Gambar 8.7), jika pada titik A dan C dikenakan t egangan F/A yang arahnya ke dalam, sedang pada titik B dan D dikenakan tegangan yang sama besarnya seperti titik A dan C tetapi arahnya keluar. Tegangan puntir yang dialami oleh obyek diberikan oleh
dimana px = -py dan py = po =F/A. Tegangan puntir ini menyebabkan pengecilan sudut apit antara AB dan BC, sebaliknya terjadi pembesaran sudut apit antara BC dan DC. Andaikan perubahan sudut ini adalah , maka berdasarkan Gambar 5.7 diperoleh:
Dalam hal ini , dan dimana xo = yo (panjang mula-mula dari rusuk-rusuk bujur sangkar). Untuk cukup kecil, tan /2 = /2, sehingga diperoleh
dengan demikian
Selanjutnya menurut defenisi modulud puntir tan = =F/(AG), maka siperoleh hubungan berikut:
(8.10) yang menyatakan hubungan antara modulus puntir G dengan modulus young Y
.
Contoh 7: Balok dengan panjang ao, lebar bo dan tebal co, ditarik pada kedua ujungnya dengan gaya yang sama. Tunjukkanlah (suku yang mengandung diabaikan), bahwa fraksi pertambahan luas penampang ab atau dimana adalah perbandingan poisson.
Jawab:









VI. FLUIDA STATIS

Secara makroskopik, materi dapat digolongkan ke dalam benda padat dan fluida. Fluida adalah suatu zat yang dapat mengalir, yaitu zat cair dan gas. Molekul-molekul di dalam fluida mempunyai kebebasan lebih besar untuk bergerak sendiri-sendiri. Dalam zat cair gaya interaksi antara molekul-molekul yang disebut gaya kohesi masih cukup besar, karena jarak antara molekul-molekul tidak terlalu besar. Akibatnya zat cair masih tampak sebagai satu kesatuan, kita masih dapat melihat batas-batas zat cair. Selain itu, zat cair tidak mudah dimampatkan. Lain halnya dengan gas, molekul-molekul gas dapat dianggap sebagai suatu sistem partikel bebas dimana gaya kohesi antara molekul sangat kecil. Di samping itu, gas lebih mudah dimampatkan daripada zat cair.

Klasifikasi materi ke dalam 3 keadaan tidaklah selalu jelas. Beberapa fluida, seperti gelas atau ter (pitch) mengalir sangat lambat sehingga berperilaku seperti benda padat untuk interval-interval waktu yang biasanya digunakan untuk bekerja dengan benda-benda tersebut. Plasma, yang merupakan gas yang sangat terionisasi tidak cocok untuk digolongkan ke dalam salah satu dari keadaan di atas Plasma seringkali dinamakan “keadaan ke empat dari materi” untuk membedakannya dari keadaan padat, cair, dan gas. Bahkan beberapa ilmuwan percaya bahwa apa yang dikenal sebagai koloid (suspensi dari partikel-partikel kecil di dalam zat cair) juga dianggap sebagai keadaan atau fase tersendiri dari materi. Akan tetapi pada buku ini hanya membahas 3 keadaan yakni padat, cair, dan gas.

VI.1 Tekanan dan Massa Jenis


Ada suatu perbedaan di dalam cara sebuah gaya permukaan beraksi pada suatu fluida dan pada suatu benda padat. Bagaimana kita dapat melakukan gaya pada suatu fluida?. Jika kita menekan suatu permukaan air dengan ujung pensil, maka pensil dengan mudah menembus air karena gaya pada suatu titik di permukaan air tidak dilawan oleh molekul-molekul air. Jika kita ingin melakukan gaya pada permukaan air kita harus melakukannya pada daerah yang agak luas dan pada arah tegak lurus permukaan.

Karena gaya yang dilakukan oleh zat cair pada suatu permukaan harus selalu mempunyai arah tegak lurus permukaan, maka dalam membahas gaya dalam fluida dipergunakan besaran fisis skalar yang disebut tekanan yang didefisikan sebagai besar gaya normal per satuan luas. Satuan tekanan adalah N/m2, dyne/cm2, atau Pascal (Pa).

Suatu fluida yang mengalami tekanan akan mengarahkan sebuah gaya pada setiap permukaan yang bersentuhan dengan fluida tersebut. Tinjaulah suatu permukaan tertutup yang mengandung suatu fluida seperti pada gambar (6.1). Suatu elemen luas pada permukaaan tertutup ini dinyatakan dengan vector dengan adalah vector dengan satuan tegak lurus elemen luas dengan arah ke luar permukaan.

Gaya yang dilakukan oleh fluida pada elemen permukaan adalah . Karena dan mempunyai arah sama, maka tekanan p dapat ditulis :

(6.1) Gambar 6.1 Suatu elemen luas ?s Massa jenis dari suatu fluida homogen dapat bergantung pada banyak faktor, seperti temperature fluida dan tekanan yang mempengaruhi fluida tersebut. Massa jenis suatu fluida didefinisikan sebagai fluida persatuan volume:

dengan m adalah massa fluida dan V adalah volumenya. Satuan SI massa jenis adalah Kg/m3. Kadang-kadang massa jenis dinyatakan dalam satuan gr/cm3. Massa jenis dari berbagai zat diberikan pada Tabel 6.1.

Contoh 1 : Sebuah benda berbentuk kerucut terpancung dicelupkan ke dalam air (lihat gambar ). Berat benda 5.000 N. rapat massa air 103 kg/m3. Volume benda 0.45 m3. luas penampang atas 0.2 m2. Luas penampang bawah 0.4 m2, maka bila tekanan udara 105 N/m2. dan g = 10m/s2, maka hitunglah:

a. Gaya total yang bekerja pada penampang atas dan penampang bawah.
b. Tegangan tali.

Contoh 2:
Piston dari sebuah mobil berdiameter 20 cm. Berapakah tekanannya jika piston tersebut menggerakkkan mobil dengan gaya 105 N.
Jawab : N/m2


VI.2 Variasi Tekanan di dalam Fluida yang diam


Jika suatu fluida berada dalam seimbang, maka setiap bagian fluida berada dalam keadaaan setimbang. Marilah kita tinjau sebuah elemen volume di dalam fluida. Misalkan elemen ini mempunyai bentuk piringan tipis dan berada pada jarak y di atas suatu permukaan acuan. Seperti diperlihatkan Gambar 6.2a.
Gambar 6.2a Suatu elemen di dalam fluida Gambar 6.2b Gaya-gaya pada elemen volume
Tebal elemen volume adalah dy dan setiap muka piringan mempunyai luas A. jika massa jenis fluida adalah ?,maka massa elemen ini adalah dm = dV =Ady dan beratnya adalah dW =gAdy. Gaya-gaya yang dikerahkan pada elemen volume tersebut oleh fluida yang disekitarnya adalah tegak lurus pada permukaan elemen di setiap titik, seperti pada Gambar 6.2b.
Dalam bidang horizontal resultan gaya sama dengan nol, karena elemen tersebut tidak mempunyai percepatan horizontal. Gaya-gaya horizontal hanya ditimbulkan oleh tekanan fluida. Elemen fluida ini juga tidak bergerak dipercepat pada arah vertical. Jadi gaya resultan pada arah vertikal harus sama dengan nol. Akan tetapi, gaya-gaya vertikal bukan hanya ditimbulkan oleh tekanan dari fluida saja tetapi juga ditimbulkan oleh berat elemen fluida itu sendiri.
Jika kita misalkan p adalah tekanan pada permukaan bawah dan (p+p) adalah tekanan pada permukaan atas, maka gaya ke atas adalah pA (yang dikerahkan pada permukaan bawah) dan gaya ke bawah adalah (p+p)A (yang dikerahkan pada permukaan atas) ditambah dengan berat elemen W. Jadi untuk kesetimbangan adalah :
sehingga diperoleh :
(6.3) Persamaan (6.3) menyatakan bagaimana tekanan dalam suatu fluida berubah dengan ketinggian tempat di dalam fluida dalam keadaan statis. Kuantitas g sering dinamakn berat jenis dari fluida (berat persatuan volume dari fluida). Misalnya untuk air berat jenisnya adalah 9800 N/m2.
Jika p1 adalah tekanan pada jarak y1 dan p2 adalah tekanan pada jarak y di atas suatu permukaan acuan, maka integrasi pada persamaan (6.3) memberikan :
Untuk zat cair dapat dianggap tetap dan beda letak lapisan y1dan y2 biasanya kecil, sehingga g dapat dianggap tetap. Jadi dengan mengambil dan g tetap, diperoleh :

p2-p1 = -g(y2-y1)
(6.4) Jika kita ambil y2 sebagai letak permukaan bebas zat cair, maka tekanan p2 pada zat cair adalah tekanan udara, yaitu p0. Bila di ambil y1 ke dalaman sembarang dan tekanannya dinyatakan sebagai p, maka diperoleh :

Tetapi y2-y1 adalah kedalaman h di bawah permukaan, sehingga :
(6.5) Persamaan (6.5) memperlihatkan bahwa tekanan adalah sama dimana titik pada kedalaman yang sama.
Contoh 3: Sebuah tabung berisi sebagian dengan air. Suatu cairan, yang tidak bercampur dengan air, dituangkan ke dalam sebuah sisi sampai cairan tersebut berada sejarak d di atas permukaan air yang ada di sisi lain, yang sementara itu telah naik sejarak 1 (lihat gambar). Carilah massa jenis cairan relative terhadap massa jenis air.
Jawab : Pada gambar di atas, titik-titik C berada pada tekanan yang sama. Maka, penurunan tekanan dari C ke setiap permukaan adalah sama, karena setiap permukaan berada pada tekanan atmosfer. Penurunan tekanan pada bagian tabung yang berisi air adalah w g 21; faktor 21 berasal dari kenyataan bahwa kolom naik sejarak 1 pada satu sisi lain, dari kedudukannya semula. Penurunan tekanan pada sisi lain adalahg(d+21), dimana ? adalah massa jenis dari cairan yang tidak diketahui.
maka : wg21 =g(d+21) Perbandingan massa jenis sebuah zat kepada massa jenis air dinamakan massa jenis relative (berat spesifik) dari zat tersebut.
 

VI.3 Prinsip Pascal


Gambar (6.3) memperlihatkan sebuah cairan di dalam sebuah silinder yang dilengkapi dengan sebuah penghisap. Tekanan p di titik A yang berjarak h dari permukaan diberikan oleh :
P = p0 +gh
Jika tekanan luar ditambahkan sebesar p0 yang sembarang, ternyata tekanan di titik A juga bertambah sebesarp0. Hasil ini mula-mula dinyatakan oleh ilmiawan Perancis bernama Blaise Pascal (1623-1662) dan kemudian disebut “Prinsip Pascal”. Prinsip ini biasanya dinyatakan sebagai berikut :
“ Tekanan yang dilakukan di dalam zat cair yang tertutup diteruskan ke setiap bagian dari zat cair dan dinding-dinding tempat fluida tanpa mengalami perubahan nilai” Jika suatu fluida bersifat tak dapat dimampatkan, maka suatu perubahan tekanan pada suatu bagian akan diteruskan sesaat ke bagian yang lain sedangkan fluida yang dapat dimampatkan, perubahan tekanan pada suatu bagian menjalar ke bagian lain dari fluida sebagai suatu gelombang dengan kecepatan jalar gelombang bunyi di dalam fluida tersebut.
Gambar 6.3 Fluida yang dilengkapi dengan sebuah penghisap
Sekali gangguan perubahan tekanan ini berakhir keseimbangan tercapai lagi, didapatkan bahwa prinsip Pascal tetap berlaku. Pada fluida termampatkan perubahan tekanan menyebabkan juga perubahan temperature

VI.FLUIDA STATIS

VI.4 Prinsip Archimedes
Jika suatu benda berada pada suatu fluida yang diam, maka setiap bagian permukaan benda mendapatkan tekanan yang dilakukan oleh fluida. Gaya resultan yang bekerja pada benda mempunyai arah ke atas, dan disebut gaya apung. Kita dapat menentukan besar gaya apung secara sangat sederhana sebagai berikut : tinjaullah benda berbentuk silinder yang dicelupkan seluruhnya ke dalam fluida yang rapat massanya f, seperti pada Gambar(6.4). Fluida mengarahkan tekanan p1= 1gh1 pada permukaan atas silinder.
Gambar 6.4 Benda dalam fluida diam
Gaya yang dikerahkan oleh fluida pada permukaan atas silinder adalah F1 = P1A = fgh1A. sedang gaya yang dikerahkan pada permukaan bawah silinder adalah F2 = P2A =fgh2A. resultan gaya yang dikerahkan oleh fluida, yakni gaya apung (Fb), arahnya ke atas dan besarnya:

(6.6) Besaran V = hA adalah volume silinder, dan produk fgV = mfg adalah berat fluida yang dipindahkan yang volumenya sama dengan volume silinder. Jadi gaya apung yang bekerja pada silinder adalah sama dengan berat fluida yang dipindahkan oleh silinder. Hasil ini pertama kali dikemukakan oleh Archimedes, dan disebut Prinsip Archimedes yang berbunyi sebagai berikut :
“ Setiap benda yang tyerendam seluruhnya ataupun sebagian di dalam fluida mendapat gaya apung yang berarah ke atas, yang besarnya adalah sama dengan berat fluida yang dipindahkan oleh benda tersebut”. Contoh 4 :
Berapakah bagian dari volume seluruhnya sebuah gunung es yang terbuka ke udara jika massa jenis es adalah e = 0,92 gr/cm3 dan massa jenis air laut a = 1,03 gr/cm3 dan kedua jenis benda tersebut berada dalam wadah yang sama. Jawab : Berat gunung es adalah : We =eVeg Besaran Ve adalah volume gunung es.
Berat air laut yang dipindahkan adalah sama dengan gaya apung : Fa =aVag
Karena es berada dalam keadaaan setimbang, maka Fa = We sehingga :


Volume air yang dipindahkan Va adalah volume dari bagian es yang tercelup, sehinggga 11% dari gunung es tersebut adalah terbuka keudara. 

VI. FLUIDA STATIS

VI.5 Alat Ukur Tekanan dan Pengukuran Tekanan
Beberapa alat telah diciptakan untuk mengukur tekanan, diantaranya yang paling sederhana adalah manometer tabung terbuka, seprti diperlihatkan pada Gambar 9.5. Manometer tersebut digunakan untuk mengukur tekanan tera yang terdiri dari sebuah tabung yang berbentuk U yang berisi cairan, umumnya mercury (air raksa) atau air. Tekanan p yang terukur adalah berhubungan dengan perbedaan tinggi permukaan air antara dua sisi tabung, yakni :
p - po = gh
dengan po adalah tekan atmosfir ,dan adalah rapat massa fluida. Jadi tekanan tera, p –po adalah sebanding dengan perbedaaan tinggi dari kolom-kolom cairan di dalam tabung U.
Gambar 9.5 Monometer Tabung terbuka Gambar 9.6 Monometer air raksa
Tekanan atmosfir dapat diukur dengan alat jenis monometer air raksa dengan salah satu ujung tabung tertutup, seperti pada gambar 9.6. Ruang di atas kolom air raksa hanya mengandung uap air raksa, yang tekanannya begitu kecil pada temperature biasa sehingga tekanan tersebut dapat daiabaikan besarnya. Dengan demikian dari persamaan (9.4) diperoleh tekanan atmosfir adalah P0=gh
Tekanan atmosfir disuatu titik secara numerik adalah sama dengan berat kolom udara sebanyak satu satuan luas penampang yang membentang dari titik tersebut ke puncak atmosfir. Maka tekanan atmosfir di suatu titik akan berkurang dengan ketinggian. Dari hari ke hari akan ada variasi-variasi tekanan atmosfir karena atmosfir tersebut tidaklah static. Kolom air raksa di dalam barometer akan mempunyai tinggi sebesar kia-kira 76 cm di permukaaan laut yang berubah dengan tekanan atmosfir. Suatu tekanan yang ekuivalen dengan tekanan yang dikeluarkan oleh persis 76 cm air raksa pada suhu 0oC di bawah grafitasi standar, g = 980 cm2, dinamakan satu atmosfir (1 atm). Massa jenis air raksa pada temperature ini adalah 13,595 gram/cm3, maka satu atm adalah ekuivalen dengan :
1 atm = (13,595 gram/cm3)(980 cm/s2 (76 cm)
= 1,013 x 105) N/m2)= 1,013 x 105 Pa
Seringkali tekanan dispesifikasikan dengan memberikan tinggi kolom air raksa pada suhu 0o)C, sehinggga tekanan sering dinyatakan dalam “ sentimeter air raksa (cm-Hg).

VI. FLUIDA STATIS

VI.6 Tegangan Permukaan dan Kapilaritas
Keluarnya zat cair dari pipet bukan sebagai suatu aliran, tetapi sebagai tetesan-tetesan. Jika kita letakan sebuah pisau silet yang kecil dengan hati-hati pada permukaan zat cair, maka kita dapat membuatnya terapung. Peristiwa-peristiwa tersebut berhubungan dengan tegangan permuakaan.
Dapat dipahami bahwa bila suatu zat cair dibendung untuk tidak bergerak, maka pada hakikatnya tersimpan energi potensial yang sebanding dengan luas permukaannya yang disebut energi potensial permukaan zat cair. Jadi suatu zat air yang luas permukaannya A akan mempunyai energi(kerja) W=A dimana adalah koefisien tegangan permukaan zat cair (sataunnya Joule/m2).
Jadi suatu elemen luas permukaan zat cair yang besarnya dA akan mempunya energi:
dW=dA
(6.7) Jadi tegangan permukaan tidak lain adalah kerja yang dilakukan untuk menambah luas permukaan sebesar satu satuan luas, yakni:
=dW/dA
Sebagai contoh efek tegangan permukaan suatu zat cair, tinjaulah suatu kawat dibengkokkan berbentuk U dan seutas kawat lurus lain dipasang sehingga dapat bergerak pada kaki kawat, seperti pada gambar 6.7. Jika alat ini kita celupkan ke dalam larutan air sabun dan kemudian diangkat ke luar, maka kawat lurus akan tertarik ke atas jika berat w1 tidak terlalu besar. Kawat lurus ini dapat dibuat setimbang dengan meletakkan pemberat kedua w2. Ternyata dengan gaya yang sama F = w1+w2 akan membuat kawat lurus berada dalam keadaan setimbang pada setiap posisi, tak bergantung pada luas selaput sabun, selama temperature sabun tetap.
Gambar 6.7 Kawat Horizontal
Peristiwa di atas dapat ditinjau dengan menggunakan persamaan (6.7). Misalkan kawat lurus bergerak ke bawah sejauh y oleh gaya F = w1 + w2. kerja yang dilakukan adalah sebesar Fy, dan luas selaput sabun bertambah sebesar 2ly, maka tegangan permukaan zat air (air sabun) adalah :
(6.8) Kita telah membahas gaya permukaan zat cair, selain itu masih ada batasan-batasan lain dimana juga terjadi lapisan perbatasan. Kita dapat mempunyai batas antara dinding padat dan zat cair, seperti diperlihatkan pada Gambar 6.8
Gambar 6.8 selaput permukaan
Untuk tiap selaput kita dapatkan gaya permukaan, misalkan :
pc = tegangan permukaan selaput padat-cair pu = tegangan permukaan selaput padat-uap
cu = tegangan permukaan selaput cair-uap
Jika tempat ketiga selaput ini kita isolir, maka bagian ini berada dalam keadaan seimbang di bawah empat buah pengaruh gaya. Tiga dari gaya-gaya ini adalah tegangan permukaan. Gaya ke empat adalah gaya tarik antara selaput permukaan dengan dinding, yang disebut gaya adhesi (A). jika syarat kesetimbangan dipergunakan maka diperoleh :
Fx =cu sin - A = 0 Fy = pu- pc - cu cos = 0
Atau
A =cu sin
pu - pc =cu cos
dengan adalah sudut kontak
(6.9) Pengaruh tegangan permukaan yang paling dikenal adalah naiknya zat cair dalam pipa kapiler. Jika sudut kontak < 90o, maka zat cair akan naik dalam tabung sampai tercapai suatu ketinggian y, seperti pada gambar 6.8
. Jika tabung mempunyai jejari r, maka zat cair bersentuhan dengan tabung sepanjang 2r dan tinggi zat cair dalam silinder y , maka gaya total ke atas adalah :
Jika rapat massa zat cair adalah , maka gaya ke bawah adalah gaya berat W adalah :
Syarat kesetimbangn gaya-gaya adalah :
(6.10) Peristiwa kapiler seperti ini memberikan keterangan tentang naiknya air dalam akar tanaman, naiknya minyak dalam sumbu kompor dan sebagainya.
  
 

Bab VII
Akustik

Akustik merupakan bahan perkuliahan tentang getaran dan gelombang dalam medium elastik. Deformasi elastik atau perubahan bentuk elastik dari udara menghasilkan gelombang yang disebut gelombang bunyi. Secara khusus untuk dapat didengar gelombang bunyi memiliki daerah frekuensi antara 20 Hz dan 20 kHz. Daerah gelombang dengan frekuensi di bawah 16 Hz disebut gelombang infrabunyi atau infrasonik (infrasonic wave) dan yang di atas 20 kHz disebut gelombang ultrabunyi atau ultrasonik. Di atas 10 GHz gelombang itu disebut gelombang hipersonik. Dalam perkuliahan tentang akustik akan dibahas tentang sifat fisis gelombang bunyi, berbagai jenis sumber bunyi, keadaan fisiologis dan psikologis dari alat pendengaran diakhiri oleh absorbsi atau penyerapan suara. Contoh medium elastik penjalaran bunyi adalah udara dan bahan atau material padat seperti logam, beton dan kayu. 

VII.1 Gelombang bunyi

Gelombang bunyi adalah penjalaran dari getaran dan perubahan tekanan dalam media elastik. Gelombang ini mempunyai sifat sebagai berikut: - Pada medium elastik padat gelombang tersebut menjalar secara longitudinal dan transversal. - Pada gelombang longitudinal, partikel berosilasi sejajar dengan arah penjalaran, sedang pada gelombang transversal partikel berosilasi tegak lurus dengan arah penjalaran. - Pada gas dan fluida tidak terdapat viskositas puntir sehingga yang menjalar hanya gelombang longitudinal yang tidak dapat berpolarisasi.
Gelombang longitudinal menjalar pada medium elastik dalam bentuk permukaan yang berbeda kerapatannya. Permukaan yang lebih rapat memiliki tekanan yang tinggi. Selain itu pada ruang hampa tidak terjadi penjalaran gelombang. Setiap objek yang mediumnya bergetar akan menghasilkan gelombang bunyi. Panjang gelombang bunyi dapat dihitung berdasarkan sebagai
= v/f
(7.1) dimana : panjang gelombang; v: kecepatan bunyi; f: frekuensi bunyi. Senar atau dawai adalah sumber bunyi linear, dimana karakter getarannya adalah gelombang berdiri. Pada titik-titik tertentu dari dawai terdapat sampul getaran. Panjang gelombang dari gelombang berdiri adalah:
= 2l/n
(7.2) dimana : panjang gelombang; l: panjang dari ojek yang bergetar dan n: 1, 2, 3, ... . Untuk n =1 karakter getaran disebut getaran dasar, dan untuk n = 2, 3, ... disebut getaran atas. Besar frekuensi dasar dari suatu dawai yang telah ditegangkan adalah:
(7.3) dimana T adalah tegangan normal dari dawai yang besarnya T = ( F / A) ; F adalah besar gaya yang bekerja pada dawai, A penampang lintang dawai dan adalah massa jenis dari material dawai. Karena frekuensi getaran sebanding dengan akar dari gaya F, maka maka frekuensi ini dapat diatur dengan menegangkan atau merenggangkan dawai seperti yang dilakukan pemain gitar sebelum bermain.
Contoh1: Seutas dawai bila diberi tegangan 100 N dengan luas penampang 1mm2 digetarkan, maka frekuensi yang timbul adalah fo. Berapa besar tegangan yang diberikan agar dawai tersebut bergetar dengan frekuensi fo .
Penyelesaian: Frekuensi dasar dawai
atau sehingga bila f =2fo, maka Dawai dan batangan adalah sumber bunyi yang jelek, karena itu diperlukan badan lain yang ikut beresonansi dan memperkuat getaran, misalnya pada biola dan gitar. Badan yang ikut beresonansi ini sedapat mungkin memancarkan gelombang pantul yang tidak bergantung pada frekuensi tertentu. Ruang berongga dengan mulut yang kecil ikut bergetar pada frekuensi dasar. Frekuensi dasar ini ditentukan oleh volume ruang berongga. Alat ini digunakan untuk menganalisa nada yang disebut resonator Helmholtz. Kini orang memakai nada elektronik dan diteliti dengan deret Fourier.
Membran, pelat dan lonceng adalah sumber bunyi dua dimensi. Suling atau seruling dibunyikan dengan memberikan tekanan udara pada ujung atau mulutnya. Pada suling yang lubang atasnya terbuka, terbentuk pola getaran pada kedua ujungnya, dimana panjang gelombang dari getaran dasar adalah:
o= 2l dimana l adalah panjang dari suling. Suling yang ditutup lubang atasnya mempunyai panjang gelombang o = 4 l. Getaran atasnya adalah 3fo, 5fo, 7fo, ... . Bunyi nada atas yang kelipatan genap memberikan pengaruh yang jelek pada seruling. Pada sirene, sebuah cakram atau piringan diberi banyak lubang kemudian diputar. Melalui cakram berputar ini dilewatkan aliran udara yang berhenti secara periodik. Frekuensi dasar yang diperoleh merupakan hasil kali antara jumlah lubang dan frekuensi putar sedangakn untuk sumber bunyi piezoelektrik menggunakan permukaan kristal yang bergetar. Sumber bunyi ini utamanya digunakan untuk sumber bunyi frekuensi ultra.
Loudspeaker (pengeras suara) adalah pembangkit suara yang dimuati listrik. Ada dua jenis pengeras suara yaitu pengeras suara elektromagnetik dan dinamik. Pengeras suara elektromagnetik menggunakan membran logam di dalam sebuah medan magnet yang dapat divariasikan. Dengan mengubah arus listrik, maka membran akan mengeluarkan getaran dan bunyi. Membran dinamik menggunakan membran ringan yang dilekatkan pada kumparan listrik. Kumparan listrik ini berada dalam medan magnet yang kemudian menghasilkan getaran.
Gelombang bunyi di udara dapat dilihat dengan memakai tabung Kundt. Tabung Kundt yang dinamai menurut August Kundt (1839-1894) menggunakan pilar panjang tipis. Dalam tabung gelas horizontal terdapat debu gabus. Sebuah penutup yang dapat bergerak menutup ujung tabung pertama, sedang ujung tabung lain ditutup dengan sebuah batang. Dengan menggetarkan batang penutup pada ujung pertama maka terbentuk getaran longitudinal, yang menjalar pada ujung tabung yang lainnya. Dengan menggerakkan ujung yang lainnya maka diperoleh gelombang berdiri yang hasilnya membentuk partikel debu dalam bentuk perut dan simpul. Karena kecepatan di udara diketahui, dari bentuk debu dapat dihitung kecepatan gelombang bunyi dalam material batang, yaitu:
(7.4) dimana l adalah panjang batang; batang= 2l. Sedangkan dari:
(7.5) dimana dan Y adalah masing-masing kerapatan dan modulus elastisitas batang.
Gelombang ultra-bunyi (ultrasonic) diukur dengan alat interferometer. Kecepatan gelombang bunyi diperoleh dari hasil kali antara frekuensi dan panjang gelombang. Selain itu v dengan bantuan pengukuran selang waktu, suatu paket gelombang bunyi dapat ditentukan misalnya pada gaung, petir dan dentuman suatu ledakan. Dari data mekanik dan termodinamik dari medium pengantar, kecepatan bunyi v dapat pula ditentukan.
Selanjutnya akan ditinjau kecepatan suara dalam medium gas. Dari hukum Newton, bahwa resultan gaya pada elemen fluda yang mengalami kompressi adalah:
(7.6) dengan P dan A masing-masing adalah tekanan dan luas penampang. Volume elemen fluida yang mengalami kompressi di mana v adalah kecepatan aliran fluida dan massanya adalah . Perlambatan a yang dialami oleh elemen fluida sewaktu memasuki daerah kompressi adalah (karena v bernilai negatif maka a positif), sehingga persamaan (7.6) menjadi:
(7.7a) Karena volume fluida ketika memasuki daerah kompressi adalah maka , sehingga:
(7.7b) Perbandingan perubahan tekanan (?P) kepada bagian perubahan volume yang dihasilkan ( v/v) yang dinamakan modulus Bulk , sehingga:
(7.8)
dimana K dan masing-masing adalah kompresibilitas dan massa jenis dari gas. Untuk gas ideal berlaku:
(7.9) dimana P adalah tekanan gas. Karena gelombang bunyi adalah gelombang tekanan adiabatik, maka perbedaan tekanan antara simpul dan perut tidak dapat setimbang secara cepat satu sama lain, maka berlaku persamaan Laplace untuk gas nyata:
(7.10) dimana adalah konstanta gas (bilangan Laplace) dan Cp, Cv masing-masing adalah kapasitas panas jenis pada tekanan konstan dan kapasitas panas jenis pada volume konstan. Sebagai gambaran, misalkan jika nilai termodinamika untuk udara yang sesuai dimasukkan, maka diperoleh kecepatan gelombang bunyi pada udara sebagai 331,4 m/dtk pada suhu 0 oC dan tekanan normal.
Selama gangguan pada medium penjalaran gelombang hanya menghasilkan perubahan suhu yang kecil, maka berlaku dimana vo adalah v pada 0 oC, : 1/273,2 /oC; t suhu pada medium penjalaran dalam oC. Dalam fluida kecepatan bunyi v hampir tidak bergantung pada suhu dan tekanan, berlainan dengan dalam gas. Pada zat padat v bergantung pada linearitas atau ketidakterbatasan benda. dimana Y adalah modulus elastisitas. Untuk benda yang tidak terbatas besarnya berlaku:
(7.11a) Untuk kecepatan bunyi dalam benda padat 2 atau 3 dimensi, kecepatan kearah tansversalnya diberikan oleh persamaan:
(7.11b) dimana adalah bilangan Poisson. Pada material yang sama, nilai v untuk persamaan (7.11) di atas (longitudinalnya), lebih besar daripada kecepatan v kearah dua dimensi yang lain (transversalnya), misalnya pada Cu sekitat 25% lebih besar.Molekul pada medium perantara memerlukan waktu tertentu untuk kembali pada keadaan diam (waktu relaksasi).
Hambatan pada gelombang bunyi adalah suatu besaran penting pada penjalaran gelombang bunyi dari suatu medium ke medium yang lainnya. Hambatan disini tidak sama dengan yang biasanya, karena tidak disertai perubahan panas. Konsep yang cukup berguna sebagai perbandingan disini adalah hukum Ohm pada listrik dimana berlaku Z = v, dimana Z adalah hambatan pada penjalaran gelombang dengan satuan kg m-2 dt-1.
Kuat atau intensitas gelombang bunyi ( I) dengan satuan W/m2, adalah energi gelombang bunyi yang menumbuk suatu luas permukaan persatuan waktu, sehingga berlaku:
(7.12) dimana = 2f; dengan f adalah frekuensi gelombang bunyi, E =energi gelombang bunyi, A= luas permukaan, ym adalah perubahan maksimum dari molekul pada medium penjalaran.Sebuah gelombang bunyi dapat ditinjau baik sebagai gelombang pergeseran maupun sebagai sebuah gelombang tekanan, yakni:
(7.13) dengan k=/v (bilangan gelombang). I dapat diukur dengan alat rotasi Rayleigh menggunakan rumus D =I/v. Daya pada gelombang bunyi ( D) diukur dalam Watt, yaitu integral dari keseluruhan sumber gelombang suara D = I dA, dengan A adalah luas permukaan yang menutup sumber gelombang secara keseluruhan.
Contoh2. Variasi tekanan maksimum P yang dapat ditolerir oleh telinga didalam bunyi yang nyaring adalah kira-kira 28 Pa . Tekanan atmosfir normal adalah kira-kira 100.000 Pa . Carilah pergeseran maksimum yang bersangkutan untuk sebuah gelombang bunyi di udara yang mempunyai frekuensi sebesar 1000 Hz
Penyesaian: Dari persamaan (7.13); Dan dari tabel diketahui pula bahwa: v=331 m/det, sehingga Massa jenis udara adalah 1,22 kg/m3 , maka untuk P= 28 Pa , maka: Jadi amplitudo pergeseran untuk bunyi yang paling nyaring adalah kira-kira 10-5 m
Dalam teknik gelombang bunyi kadang-kadang diperlukan perbandingan antara dua daya gelombang bunyi D1 dan D2 . X sebagai perbandingan memiliki satuan Bel yang diberikan nama menurut ahli fisika Alexander Bell (1847-1922). Berlaku X = log(P1 / P2) dalam Bel. Satuan lain adalah dB (desiBel) yaitu Bel/10.
Selain itu ada satuan Neper yang diberikan menurut nama John Neper (1550-1617) yang dalam bentuk rumus dapat dituliskan X = 0,5 ln (P1/P2) dalam satuan Neper. Bel dan Neper sebenarnya bukan merupakan satuan melainkan logaritma suatu perbandingan. Tetapi keduanya tetap dianggap sebagai satuan dan digunakan bukan hanya dalam akustik. Untuk telinga manusia (standar) dapat mendeteksi suara dengan intensitas antara 10-2 W/m,2 hingga 1 W/m2 atau dalam skala desibel (dB) antara 0 hingga 120 dB Walaupun kekerasan bunyi berkaitan dengan intensias tetapi hubungan keduanya tidak linear. Intensitas suara berkurang dengan semakin jauhnya jarak pendengar sumber. Oleh karena suara membentuk gelombang bola, maka penurunannya juga sebanding dengan luas bola, yaitu:
(7.14) dengan d adalah jarak dari pendengan ke sumber Tabel: Beberapa Nilai Intensitas dan Jenis Suara yang Dihasilkan

VII .2 Fisiologi Pendengaran

Pada saat gelombang bunyi mencapai telinga manusia, terjadi suatu penerimaan dan dikatakan terdengar. Bagian luar dan bagian dalam telinga sebenarnya adalah penerima gelombang suara, yang sinyalnya diteruskan ke otak dan kemudian dianalisis di sana. Keseluruhan proses terdiri dari rangkaian beberapa proses tunggal. Gelombang bunyi yang jatuh ke dalam telinga merangsang gendang telinga menjadi getaran paksa. Rantai dari tiga tulang rawan pada pendengaran meneruskan getaran ini ke jendela yang berbentuk oval dan mengantarkan getaran itu ke dalam cairan telinga bagian dalam.Perilimpa memenuhi saluran dalam kokhlea, yang dibagi menurut panjangnya menjadi tiga kolom cairan oleh dua lapisan pemisah (membran Paries vestibularis dan membran basilaris). Saluran-saluran ini dihubungkan satu sama lain pada ujung kokhlea, pada helikotrema .
Gelombang bunyi yang berasal dari telinga luar menyebar luas pada telinga dalam, yang disebut gelombang berjalan menuju lapisan pemisah kokhlea. Ini berarti membran basilar dibelokkan tegak lurus terhadap arah panjangnya. Tempat pembelokan bergantung pada frekuensi gelombang. Gelombang bunyi juga diuraikan menjadi frekuensi tunggalnya yang praktis merupakan analisis Fourier. Pada jalur masuk ke koklea, terutama komponen frekuensi tinggi membesar. Frekuensi yang rendah tetapi masih dapat didengar diserap pada helikotrema. Amplitudo dan posisi dari pembelokan ini diterima oleh sekitar 30.000 sel-sel saraf dalam rangkaian tumbukan arus listrik yang selanjutnya diteruskan ke otak melalui saraf pendengaran.
Kemampuan telinga menghasilkan frekuensi tinggi yang teramati berdasarkan pada pemanfaatan dari impuls saraf dalam pusat pendengaran. Membran basilar tidak mengalami tegangan mekanik, karena bentuknya yang seperti gelatin. Ini juga bukan merupakan akibat dari resonator Helmholtz. Pada membran basilar yang terentang di dalam perilimpa, membentuk gelombang berdiri tiga dimensi. Membran basilar adalah detektor yang sesungguhnya dari gelombang bunyi. Kepekaan pendengaran bergantung pada kuat bunyi. Kuat bunyi yang dirasakan subjektif diukur sebagai ambang kuat bunyi ( L). Berlaku L = log I yang disebut hukum Weber-Fechner menurut Ernst Weber (1795-1878) dan Gustav Fechner (1801-1887).
Kuat bunyi (L) adalah suatu fungsi dari frekuensi bunyi. Oleh sebab itu ambang kuat bunyi yang dirasakan secara subjektif dalam fonometri diukur dengan perbandingan dengan bunyi 1 KHz (bunyi normal), tetapi tampak sangat ribut. Berlaku untuk ambang kuat bunyi L = 10 log (I/I0) dimana I0 = 10-16 W/cm2. (Orde besaran dari gelombang pendengaran telinga pada 1 KHz). L diukur dengan bantuan mikrofon yang dibuat dengan sumber bunyi yang sebanding dengan frekuensi 1 KHz.
Ambang kuat bunyi disebut Fon. Misalnya L = 30 Fon mengandung arti bahwa I/Io = 103, yaitu I = 10-13 W/cm2. Untuk L = 0 Fon, maka I = Io = 10-16 W/cm2.Contoh lain jika ambang kuat bunyi meningkat dari 10 Fon menjadi 20 Fon maka kuat bunyi menjadi 10 kali lebih besar. Jika L meningkat dari 30 Fon menjadi 80 Fon, maka I meningkat 105 lebih besar. Perbedaan sebesar 1 Fon masih dapat dibedakan oleh telinga. Nilai Fon dengan desibel bersesuaian pada frekuensi bunyi 1 KHz. Disamping satuan Fon, yang sering digunakan adalah satuan desibel (dB) yang berhubungan dengan satuan intensitas W/m2.
Kebisingan adalah suatu besaran subjektif fisiologis. Ini berlaku pada pendengan pada kedua telinga. Jika seseorang mendengar secara bersamaan dua sumber bunyi dengan ambang kuat bunyi yang sama (nilai Fon yang sama), maka kepekaan bunyi secara subjektif tidak meningkat dua kali.
Contoh3. Diketahui bahwa skala intensitas (ambang kuat bunyi) untuk pesawat jet pada jarak 30 m adalah 140 dB. Hitung berapa besar skala intensitas dalam Watt/m2 dan dB untuk jarak 5000 m.
Penyelesaian: Dari persamaan L = 10 log (I/I0)
Besar skala intensitas pada jarak 5000 m adalah:
Sumber bunyi memancarkan spektrum bunyi yang berbeda. Suara adalah suatu getaran harmonik. Frekuensinya disebut tinggi suara, dan amplitudonya disebut kuat suara. Nada adalah getaran periodik yang dapat dibedakan atas nada dasar dan nada atas. Analisis Fourier dari nada menghasilkan suatu spektrum diskrit atau suatu spektrum garis. Instrumen musik menghasilkan banyak nada. Warna nada suatu instrumen musik ditentukan oleh perbandingan antara amplitudo dari nada atas dan nada bawah. Bunyi berisik terdiri atas gelombang tidak periodik. Analisis Fouriernya menghasilkan suatu spektrum tidak kontinyu. Ultrasonik adalah gelombang bunyi dengan frekuensi di atas kemampuan manusia untuk mendengarnya yaitu 20 KHz. Sebagai batas atas gelombang ultrasonik diambil 10 GHz (1010 Hz), yang merupakan awal dari gelombang hipersonik. Tingkatannya: gelombang terdengar gelobang ultrasonik gelombang hipersonik.
Gelombang ultrasonik dihasilkan seperti pada penjelasan terdahulu yaitu dengan bantuan peluit Galton melalui sirene berlubang yang diputar. Kebalikan dari efek piezo dan hambatan magnetik menghasilkan juga gelombang ultrasonik. Gelombang ultrasonik ini dapat difokuskan untuk menghasilkan berkas gelombang ultrasonik. Berkas ini dapat digunakan untuk pengukuran jangkauan waktu dan jarak, seperti sonar untuk mengukut jarak dan kedalaman laut. Pengukuran karakter akustik dari ruang konser dilakukan dengan bantuan model arsitektur dan ultrasonik. Sebuah gambar dapat dihasilkan dari kumpulan pengamatan titik-titik dengan bantuan berkas gelombang bunyi yang sangat rapat dan analisis dari perjalanan waktu dari gemanya. Dangen cara ini dapat diperoleh gambaran dalam dari tubuh. Suatu metode yang sangat penting pada penelitian medis adalah karena gelombang ultrasonik tidak menghasilkan kerusakan radiasi seperti misalnya pada radiasi Rontgen.
Gelombang hipersonik adalah gelombang bunyi yang berada pada frekuensi antara 1010 dan 1013 Hz. Gelombang pada daerah ini akan diserap sangat kuat oleh medium padat. Diatas frekuensi 1013 Hz tidak terjadi lagi getaran elastik, karena untuk suatu getaran bunyi, panjang gelombangnya harus lebih besar atau sama dengan dua kali jarak antar atom. Frekuensi batas tersebut yang tidak memenuhi syarat batas antar atom ini disebut frekuensi Debye.
Contohnya adalah frekuensi Debye dalam besi. Kecepatan gelombang bunyi 5,1 x 105 m/dt. Jarak antar atom dalam besi adalah 2,9 x -10 m. Dari rumus v=f diperoleh suatu frekuensi Debye sebesar kira-kira 1013 Hz.

VII.3 Absorbsi atau Penyerapan Gelombang Suara

Jika pada medium tempat penjalaran gelombang bunyi terdapat perubahan kerapatan, suhu atau tekanan maka sifatnya tidak reversibel atau energi tersebut akhirnya akan bertransformasi menjadi panas. Untuk itu berlaku I= Ioe-ax yang merupakan rumus penyerapan gelombang bunyi. I adalah kuat gelombang bunyi pada kedalaman x; Io adalah I pada x =0; a adalah koefisien penyerapan gelombang bunyi. Nilai a pada untuk gas nilainya tiga kali lebih besar daripa nilai a untuk fluida dan zat padat. Untuk amplitudo gelombang bunyi berlaku keadaan dimana A adalah amplitudo pada kedalaman x; Ao adalah amplitudo pada x = 0; adalah koefisien peredaman; ; f adalah frekuensi; , dimana adalah panjang gelombang. Karena maka berlaku a = 2

VIII. Optika

1. Pengantar

Optika (ilmu cahaya) meliputi studi tentang penjalaran gelombang cahaya dalam medium. Optika dibagi atas dua bagian:
a. Optika Geometri: Mempelajari sifat-sifat penjalaran cahaya dalam medium, misalnya pemantulan, pembiasan, transmisi serta prinsip penjalaran cahaya pada alat-alat optik.
b. Optika Fisis: mempelajari tentang keadaan fisis cahaya serta tingkah laku cahaya sebagai gelombang, misalnya peristiwa interferensi, difraksi, dispersi, polarisasi serta gagasan-gagasan mengenai hakekat cahaya.
Optik merupakan salah satu cabang fisika yang memanfaatkan gelombang elektromagnet, khususnya cahaya, memiliki bidang aplikasi yang berkembang sangat pesat. Pemanfaatan sistem optik dalam desain dan konstruksi komponen IC, menjadikan pembuatan peralatan elektronik dan instrumentasi semakin efektif dan efisien. Dalam bidang komunikasi, sistem optik juga telah meningkatkan kemampuan penyaluran dan transformasi informasi. Demikian pula dalam sistem pemantauan menggunakan sistem informasi geografis, sistem optik ini meningkatkan kualitas dan kuantitas dari hasil pemantauan sumber daya alam di permukaan maupun di bawah perukaan bumi. Dalam bidang kesehatan, gelomabang elektromagnet seperti seperti laser, sinar-UV sampai dengan infra-merah sangat banyak digunakan baik untuk diagnosis maupun terapi. Dalam bidang lain, penggunaan optik ini berkembang dengan pesat dan diramalkan akan mampu mengungguli penggunaan material di bidang sistem informasi dan komunikasi.
Dalam bab ini akan dibahas propagasi cahaya yaitu optik geometri. Pada hakekatnya cahaya adalah gelombang elektromagnetik yang dapat merambat dalam medium dan dalam ruang hampa. Dalam medium yang bersifat homogen, propagasi berupa garis lurus. Ada tiga sifat penjalaran berkas cahaya yakni: konvergen (mengumpulkan), divergen (menyebarkan), dan paralel (sejajar).

VIII. 1 Refleksi

A. Refleksi pada Cermin Datar

Jika suatu gelombang cahaya jatuh pada suatu permukaan cermin datar, maka sebagian dari cahaya itu akan dipantulkan. Cahaya yang dipantulkan dapat diamati oleh mata karena cermin yang memantulkan cahaya tersebut dapat membentuk bayangan. Bayangan yang dibentuk letaknya simetri terhadap kedudukan benda dari cermin. Jika benda positif maka bayangannya negatif dan sebaliknya. Benda dikatakan positif jika merupakan perpotongan sinar-sinar datang dan dikatakan negatif jika merupakan perpotongan perpanjangan sinar datang. Bayangan dikatakan positif jika merupakan perpotongan sinar pantul dan dikatakan negatif jika merupakan perpotongan perpanjangan sinar pantul.
Gambar 8.1 Pemantulan pada cermin datar
S adalah jarak benda terhadap cermin s' adalah jarak bayangan terhadap cermin dimana s = s'. Bila dua cermin datar dipasang saling berhadapan hingga membentuk sudut , maka jumlah bayangan yang terbentuk adalah:
(8.1)

B. Refleksi pada Cermin Lengkung

B. 1 Cermin Cekung

Bagian penting dari cermin cekung adalah:
Gambar 8.2 Cermin cekung
O = pusat optik; P = Pusat kelengkungan cermin; Su : sumbu utama; Jarak OP = jejari cermin; OF = jarak titik api (fokus).
Titik api (fokus) adalah bayangan dari titik cahaya yang letaknya jauh tak berhingga. Konveksi sinar utama pada cermin cekung adalah:
  1. Sinar datang sejajar sumbu utama dipantulkan lewat titik fokus
  2. Sinar datang lewat titik fokus dipantulkan sejajar sumbu utama
  3. sinar datang lewat titik pusat dipantulkan lewat titik itu juga.
Gambar 8.3 Pembentukan bayangan pada cermin cekung
O - F disebut ruang I; F - P disebut ruang II; dari titik P ke kiri disebut ruang III dan dari O ke kanan disebut ruang IV.
Jika benda tidak terletak di daerah transisi maka:
(No) ruang benda + (No) ruang bayangan = 5
Hubungan di atas sangat membantu untuk dapat mengetahui di mana posisi bayangan, diperkecil atau diperbesar meskipun belum dilukiskan.
  1. Jika (No) ruang bayangan > (No) ruang benda maka bayangan diperbesar
  2. Jika (No) ruang bayangan < (No) ruang benda maka bayangan diperkecil
Jika Ob = s adalah jarak benda dan Ob' = sf adalah jarak bayangan, maka menurut hukum Gauss untuk cermin cekung berjejari kelengkungan R akan berlaku:
(8.2) Karena R = 2f
(8.3) Pada pembentukan bayanan ada kemungkinan bayangan diperbesar atau diperkecil. Perbesaran bayangan M dituliskan sebagai:
(8.4)

B.2 Cermin Cembung

Gambar 8.4 Sinar istimewa pada cermin cembung
  1. Sinar datang sejajar sumbu utama dipantulkan seolah berasal dari titik api.
  2. Sinar datang menuju titik api dipantulkan sejajar sumbu utama.
  3. Sinar datang menuju titik pusat dipantulkan seakan berasal dari titik P juga.
Persamaan yang berlaku pada cermin cekung juga berlaku pada cermin cembung. Yang membedakan adalah bahwa fokus dalam cermin cembung dinyatakan dalam bilangan negatif, jadi:
(8.5)
Contoh 1: Sebuah benda berdiri tegak lurus sumbu utama sejauh 10 cm dari cermin cekung dengan jejari kelengkungan 40 cm. Jika tinggi benda 2 cm, hitung tinggi bayangan.
Jawab: Diketahui : s = 10 cm ; R = 40 cm ; t = 2 cm
Contoh 2:
Gambar 8.5 Cermin Gabungan
Dua cermin cekung A dan B dipasang berhadapan dengan sumbu utama berimpit, masing-masing dengan jari-jari 25 dan 60 cm, sebuah benda berdiri tegak lurus sejauh 15 cm dari cermin A. Sinar datang dari benda ke cermin A dulu kemudian dipantulkan ke cermin B. Bayangan terakhir terbentuk diperbesar 15 kali. Hitung jarak antara kedua cermin tersebut.
Penyelesaian: Diketahui : fA = RA/2 = 12,5 : fB = RB/2 = 30 cm ; sA = 15 cm : MT = 15 kali * Kemungkinan I Untuk cermin A Perbesaran bayangan cermin A dalam keadaan seperti ini adalah Karena perbesaran total 15 kali maka perbesaran cermin B = MB = 3 kali , sehingga SB' = dengan demikian akan diperoleh sebagai berikut:
a. jarak antara kedua cermin adalah (75 + 45) cm = 120 cm
b. Jarak antara kedua cermin adalah (75 + 20) cm = 95 cm
Kemungkinan I :
(a)
Kemungkinan II
(b)
Gambar 8.5(a) dan (b) Pembentukan bayangan oleh cermin gabungan
  

VIII.2 Refraksi

A. Refraksi oleh Medium Plan Paralel

Jika suatu gelombang datar tiba pada bidang batas suatu medium yang kerapatannya berbeda, maka sebagian gelombang akan direfleksikan dan seb again lagi akan diteruskan ke dalam medium kedua. Karena kerapatan medium pertama dan kedua berbeda, maka arah propagasi gelombang berubah (terbias).
Gambar 8.7 Pembiasan pada Kaca Plan paralel
Bila intensitas gelombang datang Io, maka intensitas gelombang yang direfleksikan adalah rIo, dimana r disebut sebagai koefisien refleksi. Dengan demikian intensitas gelombang yang terbias diberikan oleh
Harga r harus memenuhi
1 > r > 0
Hubungan antara sinar datang dan sinar bias dapat diperoleh seagai berikut: Bila kecepatan propogansi gelombang dalam kedua medium masing-asing dinyatakan dengan V1 dan V2, maka menurut hukum Snellius akan berlaku:
(8.7) Ini adalah salah satu bentuk hukum pembiasan. Adalah lebih mudah untuk menulis hubungan di atas dalam indeks bias kedua medium, yakni dengan menulis indeks bias medium pertama dan kedua sebagai:
sehingga hukum pembiasan dapat ditulis sebagai:
atau
n1 sin i = n2 sin r
(8.8)

B. Refraksi oleh Prisma

Bila suatu gelombang cahaya dijatuhkan pada salah satu sisi prisma yang terbuat dari zat optik dan mempunyai sudut puncak (pembias) seperti pada gambar (8.8)
Gambar 8.8 Pembiasan pada Prisma
Sudut yang dibentuk antara perpanjangan sudut datang dengan sudut refraksi disebut sudut deviasi yang besarnya diperoleh sebagai berikut:
Andaikan bahwa = setengah sudut pembias sedang deviasinya sama dengan:
besarnya sudut deviasi diperoleh sebagai:
(8.9) Jika pada pengukuran dipergunakan sudut pembias yang kecil, sehingga sudut-sudutnya bisa disamakan dengan perbandingan sudut-sudutnya. Dengan demikian akan diperoleh:
(8.10)

C. Refraksi oleh Suatu Permukaan Lengkung

Gambar 8.9 Pembiasan pada permukaan bidang lengkung
Bila berkas sinar B memancar menuju permukaan lengkung, maka sinar datang yang melalui P (pusat kelengkungan), tidak dibiaskan melainkan diteruskan. Sinar bias lain memotong sinar yang diteruskan di titik Bf maka Bf merupakan bayangan dari B. Dalam hal ini berlaku Hukum Snellius:
Bila diambil sinar paraxial, I dan r kecil, sehingga sin i = tan i dan sin r = tan r = r maka , dimana selanjutnya akan diperoleh:
dimana n1 dan n2 adalah indeks bias medium 1 dan 2, S adalah jarak benda dan S' adalah jarak bayangan dan R adalah jejari kelengkungan.

D. Refraksi oleh Lensa

Lensa adalah suatu benda optik yang dibatasi oleh bidang lengkung atau satu bidang dan satu bidang datar. Bila suatu berkas cahaya jatuh pada salah satu permukaannya, maka cahaya cahaya teresbut akan terbias keluar dari permukaan lainnya. Dengan sendirinya lensa akan membentuk bayangan dari berkas tersebut. Pada umumnya lensa digolongkan atas dua jenis, yakni:
a. Lensa Cembung (lensa positif) Lensa cembung atau lensa konveks atau lensa konvergen terdiri dari 3 macam bentuk, yakni: lensa bikonveks, lensa plan konveks, dan lensa konveks-konkav.
Gambar 8.10 Jenis lensa cembung: (a) Bikonveks, (b) Plan konveks, (c) Konveks-konkaf
Sinar istimewa utama lensa cembung untuk menentukan letak bayangan sebagai berikut:
  1. Sinar datang sejajar sumbu utama dibiaskan melalui titik fokus.
  2. Sinar datang melalui fokus dibiaskan sejajar sumbu utama.
  3. Sinar datang melaui pusat lensa diteruskan dengan arah tetap (tidak dibiaskan).
Gambar 8.11 Pembiasan pada lensa cembung
Pembentukan bayangan dapat dihitung melaui urutan sebagai berikut: Untuk permukaan lengkung I:
Untuk permukaan lengkung II
Bila kedua persamaan di atas dijumlahkan akan diperoleh:
atau secara umum dapat ditulis sebagai
(8.12) dimana: S = jarak benda, S'= Jarak bayangan, n indeks bias relatif lensa terhadap sekelilingnya R1 dan R2 = jari-jari kelengkungan 1 dan 2 dari lensa
b. Titik fokus Lensa Untuk menentukan jarak titik api lensa, benda diandaikan di jauh tak berhingga sehingga berkas-berkas yang jatuh pada permukaan lensa merupakan berkas sejajar dan tentu dibiaskan menuju titik api (bayangan jatuh di titik fokus lensa). Hubungan tersebut dapat ditulis sebagai:
atau
(8.13) sehingga secara umum fokus lensa dapat ditulis sebagai:
(8.14)
Gambar 8.12 Pembentukan bayangan oleh lensa cembung
c. Lensa cekung (-) Lensa cekung atau lensa konkaf atau lensa divergen dapt dilihat seperti gambar di bawah ini:
Rumus yang berlaku pada lensa cembung berlaku pula untuk lensa cekung, yang membedakan adalah bahwa titik api lensa cekung adalah fokusnya maya. Sinar istimewa pada lensa cekung adalah:
  1. Sinar yang datang sejajar sumbu utama dibiaskan seakan berasal dari fokus F1
  2. Sinar yang datang melalui F2 dibiaskan sejajar sumbu utama
  3. Sinar yang lewat titik optik tidak dibiaskan
Gambar 8.14 Sinar-sinar istimewa pada lensa cekung
d. Perbesaran Bayangan pada Lensa Ukuran bayangan yang dihasilkan oleh pembiasan lensa pada umumnya tidak sama bendanya, sifat bayangannya pun bisa bersifat nyata maupun maya. Bayangan bersifat nyata bila dibentuk oleh perpotongan sinar-sinar bias dan bersifat maya bila dibentuk oleh perpotongan perpanjangan sinar bias. Besarnya bayangan dibandingkan dengan besarnya benda disebut perbesaran dan dituliskan sebagai:
(8.15) Untuk menentukan sifat bayangan dari pembiasan oleh lensa dipergunakan juga rumusan yang digunakan pada cermin yakni:
No(ruang benda) + No(ruang bayangan) = 5
Begitu pula untuk mengetahui apakah bayangan diperbesar atau diperkecil:
Jika (No) ruang bayangan > (No) ruang benda maka bayangan diperbesar
Jika (No) ruang bayangan < (No) ruang benda maka bayangan diperkecil, tapi untuk lensa ruamng benda dan ruang bayangan dibedakan.
Gambar 8.15 Posisi ruang benda dan ruang bayangan
[ ] = Posisi ruang benda
{ } = Posisi ruang bayangan
e. Kekuatan Lensa Biasanya untuk menyatakan ukuran lensa tidak dinyatakan dengan jarak titik apinya, tetapi dengan kekuatannya. Yang dimaksud dengan kekuatan lensa adalah suatu besaran yang kuantitasnya sebagai kebalikan jarak titik api 1/f (m). Jika fokus lensa dinyatakan dengan meter, kekuatan lensa dinyatakan dengan dioptri dengan rumus:
(8.16)
dimana: P = kekuatan lensa dioptri
f = jarak titik api dinyatakan dengan meter.
f. Lensa gabungan Bila beberapa lensa saling diimpitkan dengan sumbu utama berimpit, maka disebut lensa gabungan. Untuk kasus ini berlaku:
Gambar 8.16 Pembentukan bayangan oleh lensa gabungan
Untuk Lensa I
Untuk lensa II
dan bila keduanya dijumlahkan, maka akan diperoleh:
Jika lensa I dan II dianggap sebagai satu lensa, maka S1 = S dan S'2 = S', sehingga persamaan terakhir menjadi:
atau
(8.17)
Contoh 4: Sebuah aquarium berbentuk bola dengan jari-jari 60 cm berisi air dengan indeks bias 4/3, di dalam aquarium terdapat seekor ikan yang berjarak 30 cm dari dinding aquarium. Seorang yang berjarak 80 cm dari dinding tadi mengamati ikan tersebut, maka tentukan: a. dimana bayangan ikan dilihat ikan
b. dimana bayangan orang dilihat ikan
Penyelesaian: Diketahui Sikan = 30 cm; Sorang = 80 cm; R = 60 cm dan n = 4/3 a. Orang melihat ikan
disini R dinyatakan dengan besaran negatif b. Ikan melihat orang
R positif terhadap orang
Contoh 5: Sebuah benda berdiri 8 cm sebuah permukaan lengkung suatu kaca panjang dengan jejari 6 cm dan berindeks bias 1,5. Tentukan : a. Posisi bayangan benda dalam cermin b. Pertanyaan seperti a tetapi sistem tersebut berada dalam air yang indeks biasnya 4/3
Penyelesaian : a.
b.
Contoh 6: Sebuah lensa konveks-konkaf dengan jejari berturut-turut 40 cm dan 80 cm dengan indeks bias 1,5. Sebuah benda diletakkan sejauh 48 cm di depan lensa. Hitunglah : a. Jarak titik fokus lensa
b. Perbesaran bayangan lensa
c. Perbesaran bayangan jika sistem lensa diletakkan dalam bensin yang indeks bias 1,2.
Penyelesaian : a. , maka f = 160 cm b. , maka sf=-68,57 cm c. , maka sf = -54,47 cm
Contoh 6: Dua buah lensa A dan B masing-masing kekuatannya 10 D dan 25/3 D dipasang sejajar dengan sumbu utama berimpit. Sebuah benda dengan tinggi 2 cm berada 15 cm di depan lensa A. Sinar dari benda menuju lensa A kemudian ke lensa B. Bila jarak kedua lensa 38 cm, maka tentukannlah: a. Jarak bayangan
b. Tinggi bayangan akhir yang terbentuk
Penyelesaian: , maka fA = 10 cm ; Untuk lensa A
a. b. tinggi bayangannya adalah 6 x 2 = 12 cm

E. Kesalahan Bayangan pada lensa

Bayangan yang dibentuk oleh lensa pada umumnya terdapat kesalahan pembentukan bayangan yakni:
a. Abrasi Sferis: Abarsi sferis adalah suatu gejala kesalahan pembentukan bayangan karena bentuk lengkungan dari lensa, sehingga sinar sejajar sumbu utama yang datang pada lensa tidak semuanya terbias pada satu titik. Kesalahan ini dapat dihindari dengan menggunakan lensa gabungan aplanatis ( dua lensa dengan jenis kaca berlainan)
b. Koma:Koma merupakan pembagian cahaya pada suatu penampang tidak sama rata. Sinar-sinar yang berasal dari titik cahaya yang terletak di luar lengsa tidak menghasilkan sebuah bayangan titik akan tetapi berbentuk koma. Berkas sinar yang datang pada daerah tepi lengsa membentuk bayangan lingkaran.
c. Astigmatisme: Bidang horisontal dan vertikal tidak membentuk bayangan yang sama, sehingga bidang vertikal nampak, sedang bidang horisontal tidak nampak.
d. Distorsi Distorsi adalah gejala terbentuknya bayangan palsu. Hal ini terjadi bila pembentukan bayangan pada lensa dilakukan dengan menggunakan diafragma atau celah.
e. Abrasi kromatik: Hal ini terjadi karena tiap berkas sinar monokromatik mempunyai titik api sendiri-sendiri, karena indeks bias setiap berkas sinar berbeda. Hal ini akan menyebabkan berkas polikhromatik setelah melewati lensa akan terurai menjadi beberapa warna.
 



 


 


 

1 komentar:

Unknown mengatakan...

saya telah membaca artikel anda tapi saya memiliki kendala yaitu :

jika sebuah elevator di naikkan oleh kabel pada laju tetap. apakah kerja total yang dilakukan oleh elevator positif, negatif atau nol, tolong jelaskan .. makasih

Posting Komentar

Jangan lupa komentarnya.....